Suara.com - Pusat Studi HAM (PusHAM) UII menegaskan bahwa pemberian gelar istimewa Jenderal Kehormatan Bintang 4 kepada Prabowo Subianto akan tercatat sebagai sejarah buruk bagi Indonesia.
PusHAM UII, diwakili oleh Eko Riyadi, menyatakan bahwa tindakan ini mencerminkan pengabaian terhadap hak asasi manusia dan penghormatan terhadap korban pelanggaran HAM 1997 dan 1998 yang belum mendapatkan keadilan.
"Peristiwa ini tidak sekadar administratif, tetapi bagian dari sejarah penegakan prinsip rule of law yang harus melindungi dan menghormati HAM," kata Eko dalam konferensi pers, Kamis (16/1/2025).
Eko menegaskan, bahwa pemberian gelar kehormatan ini merupakan bentuk pelanggaran administratif yang menciptakan preseden buruk dalam sejarah peradilan Indonesia.
Baca Juga: Pandekha UGM Desak PTUN Evaluasi Syarat Legal Standing Terkait Gugatan Pangkat Kehormatan Prabowo
PusHAM UII mendesak agar PTUN Jakarta mengadili perkara ini dengan adil dan independen, serta memprioritaskan prinsip keadilan yang berlandaskan pada rule of law.
"Kami menyerukan PTUN untuk mengadili perkara banding ini dengan adil, independen, dan berpihak pada prinsip rule of law," tambah Eko.
PusHAM UII juga menuntut agar hak-hak para korban pelanggaran HAM, yang hingga kini belum dipenuhi, dipertimbangkan dalam proses peradilan ini.
Dia menegaskan bahwa pengadilan harus memastikan proses peradilan berlangsung secara adil dan mempertimbangkan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan HAM yang berlaku.
"Kami berharap pengadilan dapat mendorong penyelesaian perkara ini melalui mekanisme peradilan yang fair," kata Eko.
Baca Juga: LSJ dan Dema Justicia UGM Kecam Putusan PTUN soal Jenderal Kehormatan Prabowo: Cacat Hukum
Pernyataan PusHAM UI mencerminkan kecemasan terhadap potensi pengabaian prinsip hukum yang dapat merusak fondasi demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia, terutama dalam menangani kasus pelanggaran HAM yang melibatkan tokoh-tokoh besar. (Kayla Nathaniel Bilbina)