LSJ dan Dema Justicia UGM Kecam Putusan PTUN soal Jenderal Kehormatan Prabowo: Cacat Hukum

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Kamis, 16 Januari 2025 | 16:54 WIB
LSJ dan Dema Justicia UGM Kecam Putusan PTUN soal Jenderal Kehormatan Prabowo: Cacat Hukum
Joko Widodo mengantar Presiden Prabowo Subianto didampingi Kapten Infanteri Windra Sanur.[Instagram/@windrasanur]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Law and Social Justice (LSJ) UGM berkolaborasi dengan DEMA Justicia FH UGM mengecam keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menolak gugatan atas pemberian gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto. Keputusan ini dianggap cacat hukum dan berpotensi memperburuk praktik impunitas di Indonesia.

Sebelumnya, gugatan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas ini ditolak oleh PTUN. Gugatan ini kemudian tengah diajukan banding.

Dalam mendukung hal tersebut, LSJ, DEMA Justicia, beserta lembaga dan organisasi lainnya mengirimkan Amicus Curiae, atau “Sahabat Pengadilan” kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

Menurut LSJ UGM, yang diwakili oleh Munif Ashri, keputusan PTUN Jakarta mencerminkan pendekatan hukum yang terlalu formalistik dan tidak mengakui adanya politik impunitas.

"Majelis hakim tidak mempertanyakan mengapa keputusan hukum yang final mengikat, yang menyatakan terduga Prabowo melakukan pelanggaran HAM berat, tidak ada. Padahal jika kita telisik lebih dalam, keputusan itu tidak akan pernah ada karena kasus penghilangan paksa ini tidak pernah diusut," ujar Munif dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (16/1/2025).

Bahkan Munif menyebutkan bagaimana Soeharto yang telah mengakui bahwa dirinya bertanggung jawab atas Penembakan Misterius (Petrus), tetapi tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa Soeharto bersalah.

“Kalau kita menggunakan kacamata sempit formalisme hukum, Soeharto sama sekali tidak bertanggung jawab. Inilah yang digunakan PTUN. Pendekatan formalisme hukum kita menilai bahwa ini menyangkal adanya keadaan sosial tentang adanya impunitas,” jelas Munif.

DEMA Justicia, yang diwakili oleh Markus, menambahkan bahwa pemberian pangkat tersebut tidak mencerminkan penghargaan terhadap jasa nyata, sehingga meragukan esensinya.

"Jika pakai nalar, pemberian gelar kehormatan seharusnya mencerminkan penghormatan terhadap kontribusi nyata. Namun, pemberian gelar ini justru menimbulkan keraguan karena latar belakang kontroversial Prabowo, terutama terkait dugaan pelanggaran HAM," tegas Markus.

Baca Juga: Rosan: Tak Ada Pertikaian, Dua Kubu Kadin Anin dan Arsjad Rujuk

Lebih lanjut, DEMA Justicia mengungkapkan bahwa proses pemberian pangkat tersebut cacat hukum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI