Genosida di Sudan, AS Jatuhkan Sanksi untuk Pemimpin RSF

Bella Suara.Com
Rabu, 08 Januari 2025 | 15:58 WIB
Genosida di Sudan, AS Jatuhkan Sanksi untuk Pemimpin RSF
Bendera nasional Sudan dipasang pada senapan mesin tentara Paramilitary Rapid Support Forces (RSF). [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden menuduh kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan milisi sekutunya melakukan genosida di Sudan dalam konflik berdarah yang merebut kendali wilayah dari tentara Sudan. Tuduhan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dalam pernyataan resmi pada Selasa (07/01).

Blinken menjelaskan bahwa RSF dan milisi sekutunya telah secara sistematis membunuh pria dan anak laki-laki bahkan bayi berdasarkan etnis. Selain itu, RSF juga dituduh menargetkan perempuan dan anak perempuan dari kelompok etnis tertentu untuk mengalami pemerkosaan dan kekerasan seksual brutal lainnya.

Sebagai langkah tegas, AS mengumumkan akan menjatuhkan sanksi terhadap pemimpin RSF, Mohamed Hamdan "Hemedti" Dagalo, beserta tujuh perusahaan milik RSF yang berbasis di Uni Emirat Arab (UEA). Washington menuding UEA telah memberikan dukungan dan persenjataan kepada RSF, meskipun tudingan ini dibantah keras oleh pihak UEA.

Menanggapi sanksi tersebut, RSF melalui pernyataan resminya kepada Reuters menolak tuduhan itu.

Baca Juga: Trump Klaim Kanada di Peta Baru AS, Ancam Gunakan "Kekuatan Ekonomi"

“Amerika pernah keliru menghukum Nelson Mandela, pejuang besar kebebasan Afrika. Kini, mereka kembali melakukan kesalahan dengan menghukum Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo yang berjuang demi rakyat Sudan,” tegas juru bicara RSF.

Konflik antara RSF dan tentara nasional Sudan (Sudanese Armed Forces - SAF) dimulai sejak April 2023 di ibu kota Khartoum dan terus meluas ke berbagai wilayah. Akibatnya, lebih dari 11 juta orang kehilangan tempat tinggal, puluhan ribu jiwa tewas, dan sekitar 30 juta penduduk Sudan kini membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Situasi ini digambarkan sebagai krisis kemanusiaan terburuk yang pernah tercatat di negara tersebut.

Pada Desember 2023, Blinken sebelumnya sudah menegaskan bahwa kedua pihak yang bertikai telah melakukan kejahatan perang. Namun, dia menyoroti RSF sebagai pelaku utama kejahatan terhadap kemanusiaan serta pembersihan etnis.

"Tindakan kami hari ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk menuntut pertanggungjawaban semua pihak yang bertikai, tanpa berpihak pada salah satu kelompok," ujar Blinken.

Masyarakat sipil Sudan memprotes pasukan United Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID) di Zalenjei, Darfur Barat, Sudan (29/12/2020). [Dok.Antara]
Masyarakat sipil Sudan memprotes pasukan United Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID) di Zalenjei, Darfur Barat, Sudan (29/12/2020). [Dok.Antara]

Tuduhan genosida terhadap RSF ini muncul dua puluh tahun setelah Menteri Luar Negeri AS saat itu, Colin Powell, menyatakan bahwa konflik di Darfur, Sudan barat, sebagai genosida pada 2004. Pada waktu itu, Hemedti memimpin milisi Janjaweed yang dikenal melakukan kekejaman terhadap warga sipil atas perintah negara.

Baca Juga: Trump Ancam Tarif Tinggi ke Denmark Jika Halangi Greenland Gabung AS

Meski demikian, Hemedti tidak pernah menghadapi konsekuensi atas tindakan tersebut. Kini, banyak pihak bertanya-tanya apakah tuduhan dan sanksi terbaru ini akan memberikan dampak nyata terhadap perilaku RSF di lapangan atau justru memperkeruh konflik yang sudah parah ini.

Blinken menegaskan bahwa meskipun AS tidak mendukung salah satu pihak dalam perang ini, pihaknya akan terus mengambil tindakan terhadap siapa pun yang memperpanjang konflik dan penderitaan rakyat Sudan.

“Baik RSF maupun SAF tidak memiliki legitimasi untuk memimpin Sudan yang damai di masa depan,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI