Suara.com - Berbagai menu makan bergizi gratis (MBG) yang baru dimulai pada Senin (6/1/2025) kemarin menuai perhatian publik.
Sejumlah video viral di media sosial ada yang menunjukan reaksi siswa tidak menghabiskan makanannya karena tidak sesuai dengan seleranya.
Secara umum, rata-rata menu MBG berisi nasi, sayur, serta lauk protein berupa ayam atau telur atau pun tahu atau tempe. Juga dilengkapi dengan buah. Beberapa sekolah ada yang dilengkapi dengan susu, ada pula yang belum dapat.
Dokter spesialis penyakit dalam Andi Khomeini Takdir beranggapan bahwa menu MBG sebenarnya tidak perlu repot.
Baca Juga: Warga Semarang Senang Terlibat di Dapur Makan Bergizi Gratis: Ini Membuka Lapangan Pekerjaan
"Makan bergizi gratis itu sebenarnya nggak usah repot-repot. Telur rebus 2 butir plus pisang 1-2 buah plus segelas susu," kata dokter Andi seperti dikutip dari tulisannya di akun X pribadinya, Rabu (8/1/2025).
Dia menjelaskan bahwa porsi tersebut telah mencakupi nutrisi protein, lemak, serta serat. Menurutnya, menu simpel itu juga tidak akan sulit didistribusikan. Serta harganya yang relatif murah bahkan tidak mudah dikorupsi.
"Dari nilai gizi udah lumayan. Gak banyak anak yang gak suka atau nolak. Distribusinya juga mudah. Harga lebih terjangkau. Masa kadaluwarsa terukur. Sulit dimainin mafia korup," tuturnya.
Suara.com menghubungi dokter Andi melalui pesan singkat untuk mengelaborasi cuitan tersebut. Salah satunya mengenai alasan dia tidak mencantumkan menu nasi pada rekomendasi tersebut.
Menurut dokter Andi, kalau nasi sebaiknya disiapkan sendiri oleh para siswa dari rumah. Karena nasi menjadi kebutuhan primer yang harusnya tersedia di setiap rumah.
"Jadi jangan cuma diandalin dari pemerintah aja, itu udah bare minimum," ucapnya.
Persoalan kenyang atau tidak dengan menu tersebut, dikatakan dokter Andi sebenarnya relatif. Bahkan, bisa jadi tidak mengeyangkan bagi sebagian orang, tapi bisa saja telah cukup untuk yang lain. Sebagai menu makanan massal memang tidak bisa untuk bisa dipukul rata.
Hanya saja, dia menyarankan kalau program MBG itu seharusnya tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah. Orang tua dan sekolah juga sebaiknya turut andil dalam mengajarkan kebiasaan makan sehat kepada anak.
"Yang diberikan dari pemerintah itu baseline. Selebihnya tetap harus ada peran orang tua, sekolah, dan lain-lain. Jadi porsi per porsi, kalau sekarang kan masih akan tetap ada penyesuaian, yang usia 7 tahun, 8 tahun tentu beda, yang buat balita tentu beda," katanya.