Presidential Threshold Dihapus: Akhir Kartel Politik atau Awal Fragmentasi Politik?

Chandra Iswinarno Suara.Com
Selasa, 07 Januari 2025 | 11:48 WIB
Presidential Threshold Dihapus: Akhir Kartel Politik atau Awal Fragmentasi Politik?
Suasana sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/rwa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sementara itu, Akademisi Ilmu Politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Ahmad Sabiq mengemukakan bahwa penghapusan ambang batas sangat menguntungkan pemilih.

"Penentuan pasangan capres-cawapres tidak lagi dikuasai oleh kartel politik. Semua partai peserta pemilu bisa mencalonkan," katanya kepada Suara.com.

Selain itu, hal positif lainnya yakni bisa mendorong kaderisasi dalam partai-partai. Namun, ia menilai ada kemungkinan pada praktiknya bisa berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

"Tentu dalam pelaksanaannya memungkinkan untuk dibajak. Seperti kasus pilkada yang threshold-nya sudah diturunkan, namun tetap saja ada calon tunggal misalnya," katanya.

Hal lain yang patut diwaspadai menurut Sabiq yakni kemungkinan terjadinya fragmentasi politik saat prosesnya karena akan banyaknya calon yang muncul.

Konsekuensi dari fragmentasi politik tersebut, secara praktik bakal memunculkan proses pilpres yang kemungkinan akan selalu dilakukan dua putaran karena banyak calon.

Apabila hal tersebut terjadi, ia mengemukakan bakal berimbas pada persoalan stabilitas dan pembiayaan.

"Kemungkinan, persoalan efisiensi dan stabilitas ini yang akan menjadi pemicu tuntutan dikembalikannya pemilihan presiden oleh parlemen."

Baca Juga: MK Hapus Presidential Threshold, Said Abdullah PDIP: Kami Sepenuhnya Tunduk dan Patuh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI