Suara.com - Penghapusan Presidential Threshold oleh Mahkamah Konstitusi (MK) disebut bakal menjadikan Pilpres 2029 menjadi lebih sengit dan dinamis.
Keputusan yang dikabulkan oleh MK pada Kamis (2/1/2025) ini menghilangkan syarat minimal 20 persen kursi di parlemen bagi partai untuk mencalonkan presiden.
Pengamat politik Eep Saefulloh Fatah mengungkapkan tanpa presidential threshold, Pilpres akan menjadi lebih kompetitif dengan jumlah calon yang jauh lebih banyak.
“Hal ini artinya membuka kompetisi dan akan membuat Pilpres kita seperti Iran, yang peserta (capresnya) bisa 10 atau lebih karena tidak ada pembatasan,” ujarnya seperti yang dikutip dari akun Youtube Rhenald Kasali, Senin (6/1/2025).
Baca Juga: YLBHI Ajak Rakyat Awasi Implementasi Putusan MK, Cegah Manipulasi Politik dan Waspadai DPR
Keputusan ini juga mengubah daya tarik partai politik. Eep menjelaskan bahwa partai kecil kini sama menariknya dengan partai besar bagi tokoh-tokoh politik yang ingin maju sebagai calon presiden.
“Kalau dulu partai gede lebih menarik dibandingkan partai kecil, sekarang partai sekecil apa pun jadi menarik. Lewat saluran satu partai yang kekuatannya nggak ada di parlemen aja, orang jadi punya peluang untuk jadi kandidat nasional,” kata dia.
Selain itu, dampak penghapusan presidential threshold diperkirakan akan mengecilkan efek Ekor Jas (Coat Tail effect).
Efek ekor jas sendiri adalah partai yang mendapat limpahan suara dikarenakan kepemimpinan partai atau tokoh yang diajukan populer.
Menurut Eep, sejak pemilihan langsung dimulai pada 2004, hubungan antara memilih presiden dan partai sudah mulai terpisah.
Baca Juga: Penghapusan Presidential Threshold, Capres Wajib Punya Tabungan Elektoral
“Kalau tidak ada presidential threshold, efek Ekor Jas ini akan mengecil karena terlalu banyak pilihan, dan orang bisa memilih partai sekaligus calon presidennya, kecuali dia sangat populer,” kata dia.
Namun Eep juga menekankan bahwa kompetisi ini akan membutuhkan persiapan yang matang, terutama dalam hal logistik.
Ia mencontohkan Prabowo sebagai tokoh yang bertekad kuat untuk terus bertarung dalam kontestasi pilpres, namun hal tersebut mustahil tanpa dukungan logistik yang memadai.
Dengan kondisi ini, Pilpres 2029 diprediksi akan menjadi ajang persaingan sengit yang tidak hanya mengandalkan popularitas, tetapi juga strategi politik, dukungan publik, dan kemampuan logistik yang solid.
Keputusan ini membawa harapan sekaligus tantangan bagi demokrasi Indonesia di masa depan.
Reporter: Kayla Nathaniel Bilbina