Suara.com - Pengamat politik Eep Saefulloh Fatah menilai pengaruh besar Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bakal menjadi tantangan sendiri di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Untuk membatasi pengaruh tersebut, Prabowo disarankan memanfaatkan kekuasaan dan otoritasnya demi kepentingan rakyat.
Eep menyebutkan adanya perbedaan mencolok antara periode pertama (2014-2019) dan periode kedua (2019-2024) Jokowi sebagai presiden.
Ia memaparkan contoh perbedaan yang mencolok adalah pada periode pertama, Jokowi melibatkan KPK dalam kabinet. Sedangkan pada periode kedua situasinya berbeda, dimana Jokowi melemahkan fungsi KPK dengan merevisi undang-undang KPK.
“Ini menjadi tanda pemburukan pemberantasan korupsi,” ujar Eep dalam podcast di akun YouTube Rhenald Kasali dikutip, Senin (6/1/2025).
Perbedaan lainnya yang mencolok adalah larangan bagi kepala pemerintahan merangkap sebagai ketua partai. Sebaliknya pada periode kedua, ketua partai atau pejabat pemerintahan justru dapat merangkap jabatan.
Eep juga menyoroti pengaruh Jokowi yang dinilainya masih sangat kuat, bahkan setelah akhir masa jabatannya.
“Ketika seseorang menjadi mantan presiden, sudah pasti otoritasnya hilang. Namun pengaruhnya tetap ada, dan pertarungan yang terjadi saat ini adalah antara kekuasaan Prabowo sebagai presiden dengan pengaruh besar Jokowi,” katanya.
Menurut Eep, pengaruh Jokowi dapat tetap bekerja melalui berbagai saluran, termasuk posisi strategis seperti Wakil Presiden yang dipegang oleh Gibran Rakabuming Raka, anak Jokowi.
“Wapres juga menjadi ketua Dewan Aglomerasi Jabodetabekjur, pusat ekonomi, industri, dan bisnis Indonesia. Ini akan menjadi area interplay antara otoritas dan pengaruh Jokowi.” jelasnya dalam unggahan akun Youtube Rhenald Kasali, Minggu (5/1/2025).
Eep menilai untuk membatasi pengaruh Jokowi, Prabowo harus memanfaatkan kekuasaan dan otoritasnya demi kepentingan rakyat.