Tidak Hanya Ancaman Kesehatan, Kepala BPOM Ingatkan Resistensi Antibiotik Juga Bisa Berdampak Bagi Ekonomi

Senin, 06 Januari 2025 | 02:05 WIB
Tidak Hanya Ancaman Kesehatan, Kepala BPOM Ingatkan Resistensi Antibiotik Juga Bisa Berdampak Bagi Ekonomi
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar. (Suara.com/Lilis)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kejadian resistensi antibiotik telah menjadi perhatian secara global. Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menjelaskan, resistensi terjadi ketika berbagai mikroorganisme seperti, bakteri, virus, jamur, atau parasit tidak lagi bisa dimatikan dengan obat antibiotik.

Taruna menguraikan beberapa faktor pendorong resistansi, salah satunya penggunaan antibiotik yang tidak rasional, baik dalam bidang kesehatan manusia maupun peternakan, menjadi faktor pendorong utama. Faktor tersebut kemudian menciptakan tekanan yang mendorong evolusi percepatan mikroorganisme. 

"Ketika antibiotik digunakan secara berlebihan atau tidak tepat, hal ini menciptakan tekanan seleksi yang kuat bagi mikroorganisme untuk beradaptasi dan berkembang. Selain itu, globalisasi, perpindahan penduduk, dan perdagangan global semakin mempercepat penyebaran strain resistan lintas wilayah dan benua," jelas Taruna saat menyampaikan orasi ilmiah usai mendapatkan penghargaan gelar ilmuan berpengaruh di Indonesia dari Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan, Sabtu (4/1/2025).

Penanganan resistensi antibiotik itu membutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan mikrobiologi, genetika, epidemiologi, kebijakan kesehatan, dan kesadaran masyarakat. 

Baca Juga: Menkes Akui Harga Obat di Indonesia Tiga Kali Lebih Mahal dari Negara Tetangga

Menurut Taruna, penelitian di bidang resistansi antimikroba itu di masa depan akan semakin difokuskan pada pendekatan inovatif seperti terapi fago. Terapi itu menggunakan bakteriofage yang dapat membunuh bakteri secara spesifik menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan.

Dia menekankan bahwa kekhawatiran terhadap resistansi antibiotik tidak berlebihan karena bukan sekadar fenomena medis, melainkan tantangan multidisipliner yang memerlukan kerja sama lintas bidang. Setiap intervensi harus mempertimbangkan kompleksitas biologis, sosial, dan ekologis yang terlibat dalam proses ini.

"Dampak ekonomi dari resistansi antimikroba sangatlah signifikan dan berpotensi menimbulkan krisis global yang mengancam fundamental sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia," ujarnya.

Fenomena itu tidak hanya memengaruhi kemampuan medis dalam menangani penyakit menular, tetapi juga mengancam seluruh arsitektur kemajuan pengobatan.

Berdasarkan data Bank Dunia, pada tahun 2050 diperkirakan kerugian ekonomi global akibat resistansi antimikroba dapat mencapai 100 triliun dolar atau setara dengan hilangnya 3,8 persen produk domestik bruto global. Aspek kesehatan masyarakat akibat resistansi antimikroba jauh lebih kompleks daripada sekadar statistik.

Baca Juga: Usaha Kecil Bisa Dapat Izin BPOM? Dengan Dukungan BRI, Semua Bisa

"Setiap kali satu spesies mikroba menjadi resistan terhadap pengobatan, maka tidak hanya mengancam individu yang terinfeksi tetapi juga menciptakan reservoir genetik potensi bahaya bagi seluruh populasi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI