Jerman Serukan Pemulihan Suriah sebagai Negara Berdaulat, Bahas Hubungan dengan Rezim Baru di Damaskus

Bella Suara.Com
Jum'at, 03 Januari 2025 | 16:16 WIB
Jerman Serukan Pemulihan Suriah sebagai Negara Berdaulat, Bahas Hubungan dengan Rezim Baru di Damaskus
Seorang pejuang anti pemerintah merayakan kemenangannya di Lapangan Umayyah di Damaskus, Suriah, Minggu (8/12/2024). [Bakr AL KASSEM / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, menyatakan keinginan negaranya untuk mendukung Suriah dalam mengembalikan fungsinya sebagai negara berdaulat yang memiliki kontrol penuh atas wilayahnya. Pernyataan ini disampaikan menjelang kunjungan Baerbock ke Damaskus bersama Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, sebagai bagian dari misi diplomatik Uni Eropa.

Dalam kunjungan ini, Baerbock dan Barrot dijadwalkan bertemu dengan Ahmed al-Sharaa, pemimpin pasukan oposisi Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad pada awal Desember lalu.

Baerbock mengakui adanya skeptisisme terhadap kepemimpinan baru Suriah di bawah HTS, terutama karena latar belakang ideologis kelompok tersebut. Meski begitu, ia menegaskan pentingnya memberikan dukungan kepada rakyat Suriah di tengah momen transisi yang sangat krusial ini.

Seorang wanita mengibarkan bendera oposisi Suriah saat merayakan kemenangan di Lapangan Umayyah di Damaskus, Suriah, Minggu (8/12/2024). [Bakr AL KASSEM / AFP]
Seorang wanita mengibarkan bendera oposisi Suriah saat merayakan kemenangan di Lapangan Umayyah di Damaskus, Suriah, Minggu (8/12/2024). [Bakr AL KASSEM / AFP]

“Kunjungan kami adalah sinyal jelas bahwa ada peluang untuk membangun hubungan baru antara Suriah dan Jerman, serta Eropa secara lebih luas,” ujar Baerbock.

Baca Juga: Subsidi Dipangkas, Harga Meroket: Mampukah Mobil Listrik Bertahan?

Dalam pernyataannya, Baerbock juga mendesak rezim baru untuk menghindari aksi balas dendam terhadap kelompok-kelompok tertentu di masyarakat, mempercepat persiapan pemilu, serta mencegah upaya radikalisasi sistem peradilan dan pendidikan.

Pemerintahan baru Suriah yang dipimpin oleh HTS telah membuat sejumlah perubahan signifikan dalam kurikulum nasional. Beberapa di antaranya adalah penghapusan puisi yang berhubungan dengan tema wanita dan cinta, serta revisi pelajaran sejarah kuno dengan menghapus referensi tentang dewa-dewa dari masa lalu.

Selain itu, sebuah ayat Al-Quran yang merujuk pada kelompok-kelompok yang dimurkai Tuhan diartikan sebagai sindiran kepada Yahudi dan Nasara, istilah yang dianggap merendahkan umat Kristen. Perubahan lainnya termasuk penghapusan lagu kebangsaan dari buku pelajaran serta penggantian frasa nasionalis mengorbankan hidup demi membela tanah air dengan kalimat mengorbankan hidup demi Allah.

Kunjungan ini dipandang sebagai ujian bagi Uni Eropa dalam menghadapi realitas politik baru di Suriah. Sementara banyak negara Barat masih meragukan masa depan Suriah di bawah kepemimpinan HTS, langkah ini menunjukkan komitmen untuk tetap terlibat secara diplomatik dan mendorong stabilitas di kawasan.

Jerman dan Prancis berupaya memastikan bahwa masa depan Suriah akan mencerminkan nilai-nilai hak asasi manusia dan menghindari diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas. Baerbock menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa kerja sama internasional harus bertujuan untuk membangun Suriah yang inklusif dan damai.

Baca Juga: Lima Orang Tewas di Jerman Akibat Kembang Api Tahun Baru

Sementara itu, masyarakat internasional terus memantau perkembangan di Suriah, berharap agar fase baru ini membawa stabilitas dan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Suriah yang telah lama menderita akibat perang berkepanjangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI