PKS Nilai Seharusnya MK Bisa Hapus Juga Ambang Batas di Pilkada

Kamis, 02 Januari 2025 | 20:29 WIB
PKS Nilai Seharusnya MK Bisa Hapus Juga Ambang Batas di Pilkada
Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW). (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid (HNW) menyambut baik Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau Presidential Threshold 20 persen. 

Namun, menurutnya, MK juga bisa menghapus ambang batas pencalonan di Pilkada

"Setelah banyak pihak termasuk PKS mengajukan JR terkait PT 20 persen, akhirnya MKRI mengabulkan juga. Tentuk kami atau PKS menyambut baik, dan mendukung keputusan MK tersebut," kata HNW kepada wartawan, Kamis (2/1/2025). 

"Tetapi MK yang dengan keputusan terakhirnya itu menghapuskan berapapun angka PT sebagai bertentangan dengan Konstitusi, mestinya MK juga konsisten dengan menghapuskan berapapun angka treshold untuk Pilkada, karena MK masih memberlakukan angka treshold sekalipun sudah jauh di bawah 20 persen," sambungnya. 

Baca Juga: MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold: Angin Segar Buat Partai Buruh Dorong Buruh Pabrik Hingga Petani Jadi Capres

Ia mengatakan, MK seharusnya juga mengkoreksi keputusan sebelumnya yang menjadikan Pilpres dilaksanakan serentak dengan Pileg. 

"Mestinya dipisahkan, karena Konstitusi tidak menyebut adanya Pemilu serentak. Mestinya dipisah spt saat Pemilu 2004 hingga 2014, Pileg diselenggarakan bulan Februari dan Pilpres diselenggarakan bulan Juni, itu perlu dilakukan oleh MK agar semua ketentuan MK betul-betul karena konsistensi menaati aturan Konstitusi," ujarnya. 

Lebih lanjut, ia mengatakan, agar DPR dalam masa sidang terdekat, untuk segera mengagendakan perubahan terhadap UU Pemilu dan Pilkada sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi. 

"Agar sesuai dengan spirit dan keputusan MKRI yang bersifa final dan mengikat itu," pungkasnya. 

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen. 

Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Mantan Ketua MK: Kado Tahun Baru 2025

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). 

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tambah dia. 

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa ketentuan presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak pollik dan kedaulatan rakyat namun juga melangga moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi. 

“Nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi Mankamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya,” ujar Saldi. 

“Pergeseran pendirian trebut tidak hanya menyankut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan clon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” lanjut dia. 

Adapun perkara ini menguji Pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang berbunyi sebagai berikut: 

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya 

Dalam gugatannya pemohon mengaku mengalami kerugian konstitusional akibat ketentuan presidential threshold yang mengatur persyaratan calon presiden untuk mengumpulkan sejumlah dukungan politik tertentu. 

Sebab, mereka menilai terjadi keterbatasan bagi pemilih untuk menentukan pilihan presiden dan wakil presiden yang sesuai dengan preferensi atau dukungan politiknya.

Arif.
Halaaaahhh kalian partai banyak omon tapi pada akhirnya tunduk menjilat pada penguasa. Sungguh memalukan
1 komentar disini >

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI