MK Hapus Presidential Threshold, DPR Siap Revisi Uu Pemilu

Kamis, 02 Januari 2025 | 17:26 WIB
MK Hapus Presidential Threshold, DPR Siap Revisi Uu Pemilu
Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen.

Rifqinizamy menyatakan bahwa DPR menghormati putusan yang sudah ditetapkan MK tersebut.

"Kami menghormati menghargai putusan MK yang menghapus persentase presidential threshold sebagaimana dalam ketentuan UU saat ini," kata Rifqi kepada Suara.com, Kamis (2/1/2025).

Ia menegaskan bahwa Komisi II DPR siap menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan melakukan revisi Undang-undang Pemilu.

Baca Juga: Tahun 2029, Partai Politik Peserta Pemilu Boleh Usung Pasangan Capres-Cawapres Sendiri

"Selanjutnya tentu pemerintah dan DPR akan menjndaklanjutnya dalam pembentukan norma baru di UU terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden," katanya.

Menurutnya, keputusan MK tersebut menjadi babak baru dalam alam demokrasi Indonesia. Apalagi bakal membuka peluang banyaknya calon presiden dan wakil presiden dalam bekontestasi di Pilpres 2029.

"Saya kira ini babak baru bagi demokrasi konstitusional kita, di mana peluang mencalonkan presiden dan wapres bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka," ujarnya.

"Apapun itu MK keputusannya adalah final and binding karena itu kita menghormati dan kita berkewajiban untuk menindaklanjutinya," sambungnya.

Sebelumnya, MK menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen.

Baca Juga: TOK! MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden 20 Persen

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," katanya.

Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa ketentuan presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak pollik dan kedaulatan rakyat namun juga melangga moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi.

"Nyata-nyata bertentangan dengan UUD NKRI Tahun 1945, sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya," ujar Saldi.

"Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka prosentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI