Suara.com - Sektor pertambangan menjadi salah satu sorotan perhatian publik di Tahun 2024. Menurut data dalam 10 tahun terakhir, pertambangan berkontribusi besar pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekira Rp1.800 triliun.
Indonesia selama ini menjadi pengekspor besar batu bara di dunia dengan total hampir 600 juta metrik ton per tahun. Meski begitu, pengelolaan tambang menjadi salah satu hal yang menggiurkan.
Tak heran, ketika Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi membuka peluang bagi ormas keagamaan untuk mengelola tambang menimbulkan polemik baru yang akhirnya direalisasikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Meski hanya berlaku selama lima tahun, namun kebijakan memberikan pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan menimbulkan pro-kontra yang muncul di publik.
Sebab dalam salah satu pasalnya disebutkan dengan jelas ada enam ormas besar keagamaan yang diberikan hak untuk mengelola tambang. Berikut perjalanan kilas balik pemberian izin pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan.
Mei 2024
Bulan Mei menjadi fase awal pemerintah memberikan hak kelola pertambangan kepada ormas dengan ditandatanganinya PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP tersebut ditandatangani pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif sejak tanggal diundangkan.
Sementara itu untuk masa pengelolaan tambang, sesuai dengan pasal 83A disebutkan bahwa hanya berlaku selama lima tahun. "Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku."
WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan.
Baca Juga: Muhammadiyah Ogah Grasah-Grusuh Kelola Tambang, Haedar Nashir Ungkap Alasannya!
Juni 2024