Gedung Setan Surabaya, Dari Kantor VOC hingga Saksi Sejarah Komunitas Tionghoa

Suhardiman Suara.Com
Minggu, 29 Desember 2024 | 14:49 WIB
Gedung Setan Surabaya, Dari Kantor VOC hingga Saksi Sejarah Komunitas Tionghoa
Gedung Setan di Surabaya. [TikTok @lovesuroboyo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bagi warga Surabaya, mungkin tak asing dengan Gedung Setan di Jalan Banyu Urip Wetan.  Gedung ini merupakan sebuah bangunan bersejarah yang memiliki latar belakang yang kaya dan penuh cerita.

Terletak di area pemakaman Tionghoa, gedung ini dikelilingi oleh suasana yang gelap dan sunyi, yang menambah kesan mistis dan menakutkan bagi pengunjung.

Kombinasi elemen-elemen ini menjadikan Gedung Setan sebagai salah satu tempat yang paling dikenal angker di Surabaya. Berikut adalah ringkasan sejarah dan informasi penting mengenai gedung ini.

Gedung Setan dibangun pada tahun 1809 dan selesai pada tahun 1815. Awalnya, gedung ini berfungsi sebagai Kantor Gubernur Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di Jawa Timur.  Arsitekturnya merupakan gaya kolonial yang dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia.

Pemilik pertama gedung ini adalah J.A. Riddle Von Middelkoop, seorang pejabat VOC. Setelah VOC dibubarkan, gedung ini berpindah tangan kepada Dr. Teng Khoen Gwan, seorang dokter keturunan Tionghoa, pada tahun 1945. Dr. Teng merencanakan gedung ini sebagai tempat transit jenazah dan rumah duka, mengingat lokasinya yang berdekatan dengan pemakaman Tionghoa.

Pada tahun 1948, di tengah kerusuhan politik dan pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI), Gedung Setan dijadikan tempat perlindungan bagi keluarga Tionghoa yang terpaksa mengungsi.

Sejak saat itu, gedung ini dihuni oleh banyak keluarga Tionghoa, dan hingga kini, beberapa di antaranya adalah generasi keempat dari pengungsi tersebut.

Nama Gedung Setan

Nama "Gedung Setan" berasal dari suasana sekitar yang gelap dan sunyi, serta fakta bahwa gedung ini berdiri di atas lahan pemakaman Tionghoa. Masyarakat setempat menganggap gedung ini angker karena tidak adanya penerangan listrik hingga awal Orde Baru, yang menambah kesan mistis pada bangunan tersebut.

Pada tahun 2013, pemerintah kota Surabaya menetapkan Gedung Setan sebagai cagar budaya kelas B karena nilai arsitektur dan sejarahnya yang signifikan. Namun, revitalisasi tidak dapat dilakukan karena status kepemilikan yang bersifat pribadi.

Kondisi Terkini

Saat ini, Gedung Setan dalam kondisi tidak terawat dan menjadi perhatian pemerintah terkait status tanahnya. Beberapa penghuni gedung telah dievakuasi setelah atapnya roboh pada akhir Desember 2024.

Pemerintah kota berencana menyediakan tempat tinggal sementara bagi penghuni yang terdampak. Gedung Setan bukan hanya sekadar bangunan tua; ia merupakan saksi bisu sejarah panjang Surabaya dan komunitas Tionghoa di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI