Suara.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman meminta tak ada perdebatan soal penetapan tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh KPK bermuatan poltik atau tidak. Menurutnya, jika terus berdebat seperti itu sampai hari kiamat tidak akan selesai.
"Kalau soal ini politik gak politik itu sampai kiamat kita gak akan selesai berdebat, pasti akan sangat subjektif, orang yang keinjek akan teriak, orang yang gak keinjek ya akan diam saja, itulah dunia kita saat ini," kata Habiburokhman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Kendati begitu, ia mengatakan, jika pihaknya menghormtai proses hukum yang dilakukan KPK. Di sisi lain, dia juga menghormati hak Hasto melakukan pembelaan.
"Soal Harun Masiku dan sebagainya silakan saja KPK memproses, kita hormati hak KPK untuk melaksanakan tugasnya, tapi kita hormati juga haknya Pak Hasto untuk melakukan pembelaan diri, kita berikan kesempatan seluas-luasnnya kepada beliau," katanya.
Baca Juga: Tak Sudi Hasto Kristiyanto Diisukan Kabur ke Luar Negeri, PDIP Murka: Kami Akan Tuntut!
"Tapi kalau aturan nanti ditegakkan yang dituduhkan maupun yang dibantahkan itu sama sama harus ada buktinya," sambungnya.
Kecurigaan PDIP
PDIP menduga ada aroma politis di balik penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus Harun Masiku.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDIP bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy dalam jumpa persnya di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).
"Kalau kami cermati lagi, pemanggilan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini dimulai ketika beliau bersuara kritis terkait kontroversi di Mahkamah Konstitusi tahun 2023 akhir, kemudian sempat terhenti, lalu muncul lagi saat selesai Pemilu, hilang lagi. Kami menduga memang kasus ini lebih terlihat seperti teror terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan. Dan keseluruhan proses ini sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi," kata Ronny.
Ia pun membeberkan sejumlah indikasi jika adanya muatan politis di balik ditetapkannya Hasto sebagai tersangka.
Pertama, kata dia, adanya upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku, baik melalui aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang patut dicurigai dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
"Ke dua, adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan melalui framing dan narasi yang menyerang pribadi," katanya.
Kemudian ke tiga, pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang bersifat rahasia kepada media massa/publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan. Ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik. Semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik.
"Kasus suap Harun Masiku telah bersifat inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan para terdakwa bahkan sudah menyelesaikan masa hukuman. Seluruh proses persidangan mulai dari Pengadilan Tipikor hingga Kasasi tidak satu pun bukti yang mengaitkan Sekjen DPP PDI Perjuangan dengan kasus suap Wahyu Setiawan," pungkasnya.