Mahasiswa Gelar Aksi Tolak PPN 12 Persen di Monas, Sempat Saling Dorong Sebelum Bubarkan Diri

Kamis, 26 Desember 2024 | 20:13 WIB
Mahasiswa Gelar Aksi Tolak PPN 12 Persen di Monas, Sempat Saling Dorong Sebelum Bubarkan Diri
Petugas kepolisian saat membubarkan aksi BEM SI Kerakyatan yang menggelar aksi tolak PPN 12 Persen di Kawasan Monas, Kamis (26/12/2024). [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Kerakyaran (BEM SI Kerakyatan) melakukan aksi demonstrasi di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).

Mereka menuntut pembatalan kenaikan PPN 12 persen, yang rencananya bakal diberlakukan pemerintah pada Januari 2025.

Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal mengatakan, kebijakan pemerintah tentang kenaikan pajak dianggap tidak tepat lantaran kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Daya beli masyarakat masih belum bisa bangkit setelah diterjang pandemi lalu. Hal itu, lanjut Satria tercermin dari berkurangnya kelas menengah.

"Kami sudah mengultimatum Presiden Prabowo melalui media sosial juga melalui berbagai rilis media, tapi sampai sekarang kebijakan belum berubah,” kata Satria, dalam keterangan tertulis, Kamis (26/12/2024).

"Hari ini adalah bentuk kemarahan dan penolakan kami atas kebijakan naiknya PPN," katanya.

Satria mengungkapkan sebelum turun ke jalan, telah melakukan kajian bersama koalisi masyarakat sipil dan pakar ekonomi.

Hasilnya, tidak ada yang menyebut kenaikan PPN 12 persen sebagai produk yang pro terhadap rakyat.

"Kami melakukan berbagai kajian juga konsultasi dengan pakar ekonomi, naiknya PPN sangatlah tidak tepat."

Baca Juga: Daya Beli Lesu Namun Pemerintah Naikkan PPN 12 Persen, Uskup Agung Minta Warga Tetap Kritis

Aksi BEM SI Kerakyatan di Kawasan Monas Jakarta, Kamis (26/12/2024). [Ist]
Aksi BEM SI Kerakyatan di Kawasan Monas Jakarta, Kamis (26/12/2024). [Ist]

"Apabila berbicara terkait kebutuhan penerimaan negara, ada banyak opsi lain seperti pajak kekayaan, pajak komoditas ekstraktif, pajak karbon, dan lainnya,” jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI