Suara.com - Keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor menuai banyak sorotan. Alih-alih mendapat dukungan, banyak pihak yang mempertanyakan hingga meragukan bahwa para pelaku korupsi bakal mengembalikan uang rakyat dan mengaku salah.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto memberi syarat kepada koruptor bila ingin mendapatkan maaf atau ampunan. Dia menegaskan, kesempatan taubat diberikan bila para pencuri uang rakyat tersebut mengembalikan uang yang mereka curi.
"Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo dalam pidatonya di hadapan mahasiswa asal Indonesia di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).
Menanggapi pernyataan Prabowo, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman merasa ragu bila nantinya koruptor akan senang hati mengakui perbuatannya setelah merampok uang rakyat. Keraguan itu berdasarkan pengalaman yang ada, mengingat para koruptor yang sudah melalui proses persidangan saja masih banyak yang menyangkal berbuat korup.
"Mereka (koruptor) itu yang disidangkan aja mengaku bahwa tidak korupsi. Nah bagaimana caranya kemudian koruptor ini seakan-akan diambil hatinya supaya mengembalikan uang yang dicurinya, mereka gak merasa bersalah kok gitu loh," kata Boyamin kepada Suara.com, Jumat (20/12/2024).
Karena itu, Boyamin mempertanyakan efektivitas dari seruan Prabowo yang ingin para koruptor mengembalikan uang rakyat.
"Nah itu kan enggak mungkin rasanya akan mengaku dan menyerahkan kepada pemerintah sesuai anjuran Pak Prabowo. Nah yang diproses hukum aja mereka masih mangkir-mungkir bagaimana, saya hanya mempertanyakan efektivitas seruan itu gitu," kata Boyamin.
Lebih Baik Dorong RUU Perampasan Aset
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto menilai Prabowo lebih baik mendorong pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset ketimbang memberi maaf untuk para koruptor.
Baca Juga: Prabowo Batalkan Rencana Bertemu dengan PM Malaysia Anwar Ibrahim, Mayor Teddy Ungkap Alasannya
“Ketimbang berwacana untuk memaafkan koruptor, bagi ICW, Presiden Prabowo sebaiknya fokus untuk mendorong percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset, sebagaimana telah tertuang dalam dokumen Astacita terkait komitmen untuk memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi,” kata Agus kepada wartawan, Jumat (20/12/2024).
Menurut Agus, Prabowo bisa mengirimkan Surat Presiden (Surpres) untuk menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas utama untuk segera dibahas di DPR.
“Selain itu, ketika RUU ini disahkan juga dapat memulihkan aset negara untuk kemudian dimanfaatkan dalam mendukung percepatan sejumlah program prioritas pemerintah,” katanya.
Dalih Pemerintah Ampuni Koruptor
Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan, pernyataan Prabowo tersebut sebagai salah satu strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery).
Ia berujar, hal itu sejalan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006.
"Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan konvensi tersebut, namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya," kata Yusril dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (20/12/2024).
Yusril menjelaskan, bahwa penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara.
Prabowo mengemukakan bahwa orang yang diduga melalukan korupsi, orang yang sedang dalam proses hukum karena disangka melakukan korupsi dan orang yang telah divonis karena terbukti melakukan korupsi dapat dimaafkan, jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya.
Yusril menekankan, pernyataan Prabowo itu menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional yang akan diberlakukan pada awal 2026. Menurutnya, penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif.
"Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya," kata Yusril.
Lebih jauh Yusril mengatakan, jika koruptor hanya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
"Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat" katanya.
Apa Respons KPK?
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengaku menghargai dan mengapresiasi pernyataan Prabowo menyoal memberikan maaf untuk para koruptor. Menurutnya, konteks dari pernyataan Prabowo perlu diperhatikan karena ia menilai pernyataan Prabowo masih bersifat umum.
“Konteksnya ini nanti mungkin akan didetailkan oleh para pembantu beliau, seperti apa, karena kan kelanjutannya ada penjelasan beliau, nanti mekanismenya akan diatur. Mekanisme yang diatur itu seperti apa, saya yakin nanti akan lebih detail,” kata Setyo di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2024).
Setyo berkeyakinan pengampunan yang dimaksud Prabowo tidak akan berlaku bagi semua perkara tindak pidana korupsi.
“Mungkin hanya untuk perlakuan perkara tertentu. Misalkan untuk yang kalau memenuhi hajat orang banyak saya yakin mungkin tidak,” kata Setyo.
Meski begitu, Setyo mengatakan, dirinya meyakini bahwa Prabowo memiliki komitmen yang tegas dalam pemberantasan korupsi sejak awal menjabat sebagai presiden.
“Saya percaya bapak presiden yang begitu tegas dari mulai beliau disumpah di Senayan. Kemudian di beberapa event selalu menyampaikan tentang pemberatasan korupsi,” katanya.