Suara.com - Konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina terus memakan korban, termasuk lebih dari 1.000 prajurit Korea Utara yang tewas atau terluka sejak terlibat dalam pertempuran di wilayah tersebut. Informasi ini diungkapkan oleh Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan pada Senin, berdasarkan data intelijen terkini.
Pengerahan ribuan tentara Korea Utara untuk mendukung pasukan Rusia menjadi sorotan dunia. Sebagian besar dari mereka ditempatkan di wilayah perbatasan Kursk, di mana Ukraina berhasil merebut kembali sebagian wilayahnya awal tahun ini.
Kerugian Besar dan Dukungan Militer Korea Utara
"Melalui berbagai sumber informasi dan intelijen, kami menilai bahwa pasukan Korea Utara yang terlibat dalam pertempuran dengan Ukraina telah menderita sekitar 1.100 korban jiwa," ungkap JCS dalam pernyataannya. Selain itu, mereka juga mencatat adanya persiapan rotasi atau penambahan pasukan dari Pyongyang untuk memperkuat upaya perang Rusia.
Tidak hanya mengirimkan tentara, Korea Utara juga dikabarkan menyediakan drone yang dapat menghancurkan diri sendiri, peluncur roket 240mm, serta artileri self-propelled 170mm untuk mendukung Rusia. Teknologi ini, menurut JCS, digunakan Pyongyang untuk memodernisasi kemampuan perang konvensionalnya berdasarkan pengalaman langsung di medan perang.
Baca Juga: Vladimir Putin Ingin Bertemu dengan Donald Trump: Kita Harus Akhiri Perang
Ancaman yang Meningkat
Keterlibatan militer Korea Utara dalam perang ini memicu kekhawatiran di Korea Selatan. Presiden Yoon Suk Yeol bahkan membuka kemungkinan untuk memberikan bantuan senjata ke Ukraina, meskipun kebijakan sebelumnya melarang penjualan senjata ke negara-negara dalam konflik aktif.
“Modernisasi kemampuan militer Korea Utara dari pengalaman perang ini bisa meningkatkan ancaman terhadap kami,” ujar seorang pejabat militer Korea Selatan.
Kerja Sama Militer Rusia-Korea Utara yang Makin Erat
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, hubungan militer antara Pyongyang dan Moskow semakin menguat. Pada Juni lalu, kedua negara menandatangani pakta pertahanan bersejarah yang kini telah resmi berlaku.
Para ahli menilai Kim Jong Un, pemimpin Korea Utara, berupaya mendapatkan teknologi militer canggih dari Rusia sekaligus pengalaman tempur bagi pasukannya. Namun, langkah ini menuai kecaman dari Amerika Serikat dan sekutunya, yang menyebutnya sebagai provokasi tak bertanggung jawab.
Perketat Keamanan Perbatasan
Di sisi lain, Korea Utara juga memperkuat keamanan di perbatasannya. Selama delapan bulan terakhir, sekitar 10.000 prajurit dilibatkan untuk membangun pagar kawat berduri sepanjang 40 kilometer di perbatasan dengan Korea Selatan. Langkah ini bertujuan untuk mencegah pembelotan warga sipil maupun tentara Korea Utara ke wilayah selatan.
Baca Juga: Jadi Pengendali Narkoba di Bali, Bareskrim Ciduk WNA Ukraina yang Kabur ke Thailand
Kebijakan Pyongyang ini mencerminkan dinamika geopolitik yang semakin kompleks di Semenanjung Korea dan Eropa Timur. Dunia kini menanti, apakah langkah-langkah ini akan membawa perubahan signifikan atau justru memperburuk ketegangan global.