Soal PPN 12 Persen, Ketua DPD RI Sarankan Pihak Keberatan Ajukan JR ke MK: Supaya Tak Cuma Salahkan Pemerintah

Senin, 23 Desember 2024 | 14:46 WIB
Soal PPN 12 Persen, Ketua DPD RI Sarankan Pihak Keberatan Ajukan JR ke MK: Supaya Tak Cuma Salahkan Pemerintah
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamuddin. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamuddin meminta kepada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen agar mengajukan Judicial Review terhadap UU HPP ke Mahkamah Konstitusi atau MK.

"Agar lebih adil dan tidak hanya menyalahkan pemerintah, kami rekomendasikan agar UU HPP di-challenge ke MK. Itu solusi konstitusional yang saya kira cukup adil," kata Sultan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/12/2024).

Ia menilai kebijakan menaikkan PPN menjadi 12 persen merupakan perintah UU yang sangat dilematis bagi pemerintah.

Meski demikian, menurut mantan ketua HIPMI Bengkulu itu, keputusan pemerintah untuk memberlakukan PPN 12 persen pada produk tertentu sudah tepat dan bijaksana.

Baca Juga: PPN Multitarif Dianggap Tidak Ada Dasarnya, Begini Penjelasannya

Dalam konteks ini pemerintah sudah berupaya keras untuk mensiasatinya dengan pendekatan yang lebih ramah kepada masyarakat.

"Harus kita akui bahwa pajak yang dianggap terlampau tinggi merupakan persoalan sosial dan ekonomi yang harus diwaspadai oleh pemerintah. Oleh karenanya sejak awal kami mengusulkan agar sebaiknya kebijakan ini ditunda hingga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat kembali pulih," terangnya.

Menurut dia, jika UU HPP tersebut tidak dijalankan pemerintah, tentu akan menjadi preseden buruk bagi kewajiban konstitusional Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Diketahui, wacana Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 persen berlaku 1 Januari 2025 menuai penolakan dari berbagai pihak. Dasar pemerintah menaikan PPN adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 atau UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus menegaskan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen, melalui pengesahan undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), bukan atas dasar inisiatif Fraksi PDIP.

Baca Juga: Beras Impor Bakal Kena PPN 12 Persen, Ini Perbandingan Harganya Beras Lokal

Ia menyampaikan, pembahasan UU tersebut sebelumnya diusulkan oleh Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada periode lalu. Sementara, PDIP sebagai fraksi yang terlibat dalam pembahasan, ditunjuk sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja).

"Jadi salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah (era Presiden Jokowi) dan melalui kementerian keuangan," kata Deddy di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, dikutip Senin (23/12/2024).

Ia menjelaskan, kala itu, UU tersebut disetujui dengan asumsi bahwa kondisi ekonomi Bangsa Indonesia dan kondisi global itu dalam kondisi yang baik-baik saja.

Akan tetapi, kata Deddy, seiring perjalannya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP meminta untuk dikaji ulang penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen.

Kondisi tersebut diantaranya; seperti daya beli masyarakat yang terpuruk, badai PHK di sejumlah daerah, hingga nilai tukar rupiah terhadap dollar yang saat ini terus naik.

"Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya," ujarnya.

Untuk itu, Deddy menegaskan, bahwa sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12 persen ini hanya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Permintaan itu, bukan berarti fraksi PDIP menolaknya.

"Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji," tuturnya.

Fraksi PDIP, kata dia, hanya tidak ingin ada persoalan baru yang dihadapi pemerintahan Prabowo imbas kenaikan PPN 12 persen ini.

"Jadi itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta supaya dikaji dengan baik, apakah betul-betul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru," katanya.

"Tapi kalau pemerintah percaya diri itu tidak akan menyengsarakan rakyat silahkan terus, kan tugas kita untuk melihat bagaimana kondisi," sambungnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI