Suara.com - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut, lukisan Yos Suprapto yang gagal dipamerkan di Galeri Nasional pekan lalu sebenarnya wujud kritik terhadap kebijakan pemerintah melalui ekspresi artistik.
Lebih dari sekadar seni keindahan, menurutnya, lukisan Yos Suprapto juga sebagai kritik terhadap kebijakan negara dalam mengelola tanah untuk masyarakat.
Usman menjelaskan, bahwa kritik yang disampaikan oleh Yos melalui karyanya berfokus pada pengelolaan swasembada pangan yang tidak beretika, mengakibatkan masyarakat kehilangan kedaulatan atas tanah mereka.
Ia menilai bahwa karya Yos mengungkapkan ketidakadilan yang terjadi, yang sering kali diabaikan oleh pihak kekuasaan.
"Ada kritik dari Yos bahwa negara ini tidak beretika di dalam mengelola tanah untuk masyarakat. Sehingga masyarakat tidak punya kedaulatan atas tanahnya itu. Nah, sampai di titik itu saya bisa mengerti kenapa ada yang resah dari unsur kekuasaan itu," kata Usman dalam acara diskusi 'Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2024).
Ia mengutip pernyataan pelapor khusus PBB, Hilal Elfer, yang sejak 2017 telah memberi masukan terkait kebijakan pangan Indonesia yang cenderung monolitik, hanya berfokus pada beras. Usman menilai bahwa pendekatan ini berdampak negatif terhadap masyarakat, dengan banyaknya kasus penggusuran tanah yang terjadi.
"Swasembada pangan yang hanya fokus pada beras mengakibatkan penggusuran besar-besaran, membuat masyarakat kehilangan hak atas tanah mereka," kata Usman.
Contoh terbaru yang dikemukakan Usman adalah proyek Merauke Food Estate, yang berencana membabat hingga 4 juta hektare lahan di Papua Selatan untuk pembangunan area pertanian, termasuk untuk gula tebu dan sawah.
Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki kekayaan pangan yang lebih beragam, seperti sagu, yang tidak cukup mendapat perhatian.
Baca Juga: Bonnie Triyana Minta Galeri Nasional Buka Lagi Pameran Lukisan Yos Suprapto: Pasti Ramai
Pembangunan yang tidak memperhatikan hak masyarakat, menurut Usman, tercermin dalam sejumlah kasus lainnya, seperti yang terjadi di Wadas, Banyuwangi, Lombok, Rempang, hingga Sulawesi.