Suara.com - Penggunaan air tanah yang selama ini menjadi sumber utama Warga DKI Jakarta dinilai harus ditekan dengan mengalihkannya ke air produksi perusahaan air minum atau PAM.
Sebab, apabila eksploitasi air tanah terus dilakukan bakal berdampak pada penururan permukaan tanah di Jakarta.
"Jika infrastrukturnya sudah memadai, masyarakat perlu mulai beralih dari penggunaan air tanah ke PAM Jaya," kata Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah seperti dilansir Antara.
Ia mengemukakan bahwa penurunan tanah di Jakarta terus terjadi. Salah satu faktor penyebabnya, yakni penggunaan air tanah yang masif terjadi.
Baca Juga: Banjir Rob Kerap Kepung Wilayah Pesisir Jakarta, Pengamat Minta Warga Beralih Gunakan Air Perpipaan
Sebagai gambaran, berdasarkan hasil survei badan Geologi di tahun 2018, penurunan tanah di Jakarta terjadi dengan kecepatan yang bervariasi. Pada sisi utara Jakarta, seperti Ancol, permukaan tanah turun sekira 7 centimeter per tahun.
Isu penurunan tanah di Jakarta sebenarnya sudah menjadi perbincangan sejak tahun 1990-an. Hal tersebut lantaran, Jakarta yang berada di kawasan pesisir memiliki jenis tanah sedimen aluvial yang rentan terhadap penurunan tanah.
Selain itu, pertumbuhan urban yang pesat di kota ini, ditandai dengan ekspansi bisnis, industri, perdagangan, transportasi, dan real estate, telah menarik gelombang besar penduduk. mengakibatkan pertumbuhan populasi yang masif dan peningkatan kebutuhan yang signifikan akan air bersih.
Jakarta sendiri menghadapi tantangan dalam meningkatkan kapasitas infrastruktur air bersih, sebaba hanya 65 persen wilayah yang tertutup infrastruktur pipa air hingga saat ini.
Praktik eksploitasi air tanah yang terjadi selama tiga dekade telah menjadi pemicu utama penurunan tanah yang semakin memburuk di Jakarta.
Baca Juga: Pakar Ungkap Tantangan Geologi IKN: Air Tanah Jadi Masalah Serius
Berdasarkan artikel Mengatasi Penurunan Tanah dan Krisis Air Jakarta dalam Economi Brief yang diterbitkan LPEM FEB UI disebutkan bahwa pengambilan air tanah tercatat meningkat dari 21.849.031 meter kubik per tahun pada tahun 2000 menjadi 22.629.468 meter kubik per tahun pada tahun 2008.
Kemudian pada tahun 2020, angka turun menjadi 6.014.240 meter kubik per tahun karena pemberlakuan pajak pengambilan air tanah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2009.
Lantaran itu, Trubus meminta PAM Jaya terus mengedukasi dan memberikan layanan air bersih kepada masyarakat supaya tidak memperburuk kondisi tanah di Jakarta.
Apalagi langkah tersebut diperlukan untuk meminimalkan eksploitasi air tanah yang berdampak buruk pada penurunan tanah.
"Masyarakat harus terus diimbau untuk mengurangi ketergantungan pada air tanah dan beralih menggunakan layanan air dari PAM," katanya.