Suara.com - Sebuah pengadilan bersejarah di Avignon, Prancis, akhirnya menuntaskan kasus pemerkosaan massal yang mengguncang negeri itu dan dunia. Dominique Pelicot, pria berusia 72 tahun, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara setelah terbukti berulang kali membius istrinya, Gisele Pelicot, dan mengundang puluhan pria untuk memperkosanya saat tak sadarkan diri.
Tak hanya Dominique, sebanyak 50 pria lainnya juga dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman dengan total mencapai lebih dari 400 tahun penjara.
Gisele Pelicot, yang kini berusia 71 tahun, memutuskan untuk membuka identitasnya dalam persidangan sebagai simbol perlawanan dan keberanian.
"Bukan korban yang harus merasa malu, tetapi para pelaku," tegasnya di hadapan media, sambil menegaskan bahwa keputusannya ini demi masa depan anak dan cucunya.
Baca Juga: Kekejaman Assad Dibandingkan Nazi, 100.000 Jenazah Ditemukan di Kuburan Massal Suriah
Persidangan ini mengungkap rekaman video eksplisit pemerkosaan yang direkam sendiri oleh Dominique Pelicot dan digunakan sebagai barang bukti.
Dominique, yang mengaku bersalah atas semua tuduhan, dengan dingin mengatakan di pengadilan, “Saya adalah pemerkosa, seperti semua pria di ruangan ini.” Pria yang tampak "biasa saja" di mata tetangga itu ternyata menyimpan rahasia mengerikan selama bertahun-tahun.
Kejahatan ini terkuak pada September 2020, saat Dominique ditangkap karena merekam video dari bawah rok wanita di sebuah supermarket. Investigasi polisi di rumah pasangan itu mengungkap ribuan foto dan video yang menunjukkan Gisele diperkosa berulang kali oleh pria asing.
Dominique menawarkan istrinya di sebuah situs daring, mencampurkan obat bius dalam makanan dan minuman Gisele sehingga ia tak menyadari kejadian tersebut.
Polisi menemukan bahwa para pelaku berasal dari berbagai latar belakang, dari pekerja kasar hingga pensiunan, yang oleh media Prancis dijuluki “Monsieur Tout le Monde” atau “Pria Biasa”.
Baca Juga: Sosok Natalie Rupnow, Siswi di Balik Tragedi Penembakan Massal Sekolah Wisconsin AS
Persidangan yang disaksikan publik ini menjadi titik balik dalam perdebatan hukum pemerkosaan di Prancis. Di negara tersebut, hukum masih memerlukan pembuktian unsur kekerasan, paksaan, ancaman, atau kejutan untuk mengklasifikasikan tindakan sebagai pemerkosaan, tanpa fokus pada persetujuan korban.
Gisele, dengan suara bergetar namun penuh ketegasan, menolak klaim beberapa terdakwa bahwa ia adalah peserta sukarela dalam permainan seksual.
"Mereka tidak memperkosa saya dengan senjata di kepala mereka. Mereka tahu persis apa yang mereka lakukan," katanya.
"Mengapa tidak ada satu pun yang melapor ke polisi? Bahkan panggilan anonim bisa menyelamatkan hidup saya." tiimpalnya.
Dominique Pelicot menerima hukuman maksimal 20 tahun penjara untuk pemerkosaan dengan pemberatan. Sementara itu, 50 pria lainnya dijatuhi hukuman bervariasi antara 3 hingga 15 tahun penjara.
Di antara mereka, terdapat pria dengan latar belakang beragam, termasuk:
Joan K., seorang tentara berusia 27 tahun, divonis 10 tahun penjara.
Ahmed T., seorang tukang ledeng berusia 54 tahun, dijatuhi hukuman 8 tahun.
Romain V., seorang pensiunan berusia 63 tahun, menerima vonis 15 tahun.
Jacques C., mantan pemadam kebakaran berusia 73 tahun, dijatuhi hukuman 5 tahun.
Hukuman ini menjadi simbol keadilan yang dinanti Gisele dan keluarganya setelah bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang kejahatan yang tak terbayangkan.
Persidangan ini mengundang simpati luas dari masyarakat Prancis dan internasional. Para pendukung Gisele berkumpul di luar pengadilan dengan spanduk bertuliskan “Terima Kasih, Gisele!” dan meneriakkan "Keadilan untuk Gisele!" saat ia melangkah keluar dengan senyum penuh kebanggaan.
“Saya percaya kita bisa membangun masa depan di mana perempuan dan laki-laki hidup dalam harmoni, saling menghormati, dan memahami,” ucap Gisele usai persidangan.
Kasus ini mendorong wacana untuk merevisi hukum pemerkosaan di Prancis agar menitikberatkan pada konsep persetujuan. Banyak pihak mendesak agar aturan tersebut diubah agar lebih melindungi korban dan menutup celah hukum yang kerap dimanfaatkan pelaku.
Gisele Pelicot, dengan keberaniannya, kini menjadi simbol perjuangan melawan kekerasan seksual dan ketidakadilan sistematis. Keputusan pengadilan ini tidak hanya memberikan keadilan bagi Gisele, tetapi juga membuka jalan bagi perubahan hukum yang lebih berpihak kepada korban di masa mendatang.
“Saya tidak pernah menyesal membuka kebenaran ini. Biarkan dunia melihat,” tutupnya penuh keyakinan.