Suara.com - Usai rezim Bashar al-Assad tumbang membuat negara Suriah menjadi sorotan dunia saat ini. Berdasarkan informasi dari pemberitaan Sputnik, pasukan Israel menguasai lokasi inti di negara itu.
Selain itu, saluran Al-Mayadeen melaporkan pasukan Israel telah menguasai dasar sungai Yarmouk dan Bendungan Al-Wahda, yang memasok air ke Yordania untuk minum dan pertanian, dan listrik tenaga air ke Suriah.
Tak hanya itu saja, pasukan pendudukan Israel ditempatkan di semua perbukitan strategis dan lokasi militer di provinsi Quneitra di Suriah selatan.
Diyakini tentara pendudukan Israel sekarang menguasai 95% wilayah tersebut.
Baca Juga: Pengacara Yoon Suk Yeol Ungkap Hal Ini Saat Penerapan Status Darurat Militer di Korsel
"Pasukan Israel memasuki desa Koya dan Bendungan Al-Wahda yang bersejarah di dekat perbatasan Suriah-Yordania, dan ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, setelah peringatan kepada penduduk untuk menyerahkan senjata mereka di daerah tersebut." Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR).
Al-Mayadeen juga menyatakan tentara Israel telah merebut 440 kilometer persegi wilayah Suriah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan menekankan kepentingan untuk segera memenuhi kebutuhan rakyat Suriah, termasuk agar para pengungsi bisa kembali, pembangunan kembali institusi, serta pemulihan layanan-layanan dasar bagi masyarakat.
“Kebutuhan mendesak rakyat Suriah tidak bisa lagi ditunda karena kita harus memulangkan semua pengungsi ke Suriah,” kata Fidan dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera yang disiarkan pada Rabu (18/12).
Layanan dasar seperti kesehatan, transportasi, makanan, pendidikan, komunikasi, ujarnya, harus diberikan kepada rakyat, agar mereka dapat merasakan kehidupan normal sebenarnya
Baca Juga: Terseret Kasus Pencucian Uang, Istri Mantan Perdana Menteri Malaysia, Rosmah Mansor Bebas
Fidan menanggapi klaim tentang peran Turki dalam perubahan rezim di Suriah. Ia merujuk pada komentar Presiden terpilih AS, Donald Trump, yang menyebut peran Turki itu sebagai pengambilalihan yang agresif.
“Saya pikir pertama-tama, izinkan saya mengatakan ini: Kami tidak akan menyebutnya sebagai pengambilalihan karena akan menjadi kesalahan besar untuk menyajikan apa yang terjadi di Suriah," kata Fidan.
"Bagi rakyat Suriah, ini bukanlah pengambilalihan. Saya pikir jika ada pengambilalihan, itu adalah kehendak rakyat Suriah yang sekarang menguasai,” katanya menegaskan.
Menlu Turki tersebut, dengan mengacu pada pengalamannya sebagai mantan kepala intelijen Turki, menekankan pemantauan ketat negaranya terhadap perkembangan di Idlib dan daerah-daerah sekitarnya di Suriah.
“HTS (Hayat Tahrir al-Sham) telah mengambil langkah besar dalam memisahkan diri dari Al Qaida, Daesh/ISIS, dan elemen radikal lainnya,” katanya, saat merujuk pada pergeseran dalam koalisi.