Apresiasi Pemulangan Mary Jane dan Bali Nine, Komnas HAM Harap Bukan karena Overcrowd

Chandra Iswinarno Suara.Com
Kamis, 19 Desember 2024 | 10:28 WIB
Apresiasi Pemulangan Mary Jane dan Bali Nine, Komnas HAM Harap Bukan karena Overcrowd
Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba Mary Jane Veloso memberikan simbol love kehadapan awak media sebelum kepulangan ke negara Filipina. (Antara/Azmi Samsul Maarif)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komnas HAM mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia memulangkan narapidana Mary Jane dan komplotan Bali Nine ke negara asal masing-masing.

Langkah tersebut dianggap sebagai bentuk diplomasi berbasis HAM dan kemanusiaan, sekaligus mencerminkan perubahan pandangan Indonesia terkait penerapan hukuman mati.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyebut bahwa pemulangan Mary Jane menjadi titik penting dalam upaya perlindungan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Apalagi, Mary Jane disebut-sebut sebagai korban TPPO, sayangnya hal itu tidak disebut sama sekali dalam proses pengadilannya di Indonesia.

"Ini yang kemudian memperlemah kasusnya sehingga prinsip non punishment atau prinsip tanpa penghukuman bagi korban TPPO yang terpaksa melakukan tindak pidana itu sulit diterapkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Baca Juga: Jangan Hanya Mary Jane dan Bali Nine, Komnas HAM Ingin WNI Lain Bebas dari Ancaman Hukuman Mati

Ia juga menambahkan bahwa pemulangan Mary Jane menunjukkan pertimbangan kemanusiaan yang melibatkan kerja sama diplomasi antara Indonesia dan Filipina.

Langkah ini sejalan dengan perkembangan KUHP terbaru yang menggeser hukuman mati dari pidana pokok menjadi pidana alternatif.

Matthew Norman saat ditemui di sela kunkungan kerja DPR RI ke Lapas Kerobokan, Kabupaten Badung, Jumat (6/12/2024) (suara.com/Putu Yonata Udawananda)
Matthew Norman saat ditemui di sela kunkungan kerja DPR RI ke Lapas Kerobokan, Kabupaten Badung, Jumat (6/12/2024) (suara.com/Putu Yonata Udawananda)

“Aturan baru dalam Pasal 100 dan Pasal 101 KUHP memungkinkan perubahan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup, yang tentu menjadi langkah baik berdasarkan pertimbangan HAM,” jelasnya.

Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro mengemukakan, terkait pemulangan Bali Nine, Pemerintah Indonesia sudah memiliki perjanjian ekstradisi dengan Australia sejak puluhan tahun lalu.

"Yang belum ada itu memang dengan Filipina karena berdasarkan practical agreement. Pemulangan ini kemungkinan besar akan membebaskan narapidana tersebut dari hukuman mati, bukan berarti tidak dihukum," tuturnya.

Baca Juga: Mary Jane Veloso Kembali ke Filipina dan Disambut Keluarga Setelah 14 Tahun di Penjara Indonesia

Meski begitu, ia menekankan bahwa langkah diplomatik tersebut tidak hanya didasarkan pada alasan overcrowd di penjara, tetapi juga bertujuan memberikan hak hidup bagi narapidana melalui kerja sama antarnegara.

"Kami juga berharap pemerintah memberikan perhatian kepada narapidana-narapidana lainnya, termasuk WNI yang masih berada dalam ancaman eksekusi hukuman mati. Ini terkait dengan undang-undang KUHP yang baru yang sudah menetapkan bahwa hukuman mati bukan lagi hukuman yang utama," tambahnya.

Komnas HAM berharap langkah ini menjadi awal dari kebijakan yang lebih progresif dalam mengurangi hukuman mati di Indonesia, sekaligus memperkuat komitmen terhadap hak asasi manusia.

Kontributor : Kayla Nathaniel Bilbina

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI