Suara.com - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandung meringkus tiga orang pelaku perundungan yang diduga memaksa seorang anak berkebutuhan khusus (ABK) memakan daging musang dalam sebuah video yang menjadi viral di media sosial.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan, kejadian ini pertama kali dilaporkan oleh pihak keluarga korban pada 16 Desember 2024 sekitar pukul 18.00 WIB.
“Kemudian Polresta Bandung langsung bergerak cepat pukul 21.00 WIB selang waktu tiga jam dari dilaporkan, kami bisa mengamankan pelaku yang mem-posting maupun yang merekam daripada kegiatan tersebut,” kata Kusworo di Kabupaten Bandung, Rabu (18/12/2024).
Kusworo menjelaskan, dalam video tersebut korban dipaksa makan daging musang yang telah dimasak dan pelaku juga melontarkan kata-kata kasar.
Baca Juga: Benarkah Terlapor Perundungan Binus School Anak Ketua Parpol? Polisi Bilang Begini
“Dari situ kami bisa mengetahui bahwa yang melakukan perbuatan ini melakukan dengan motif iseng-iseng, memberikan daging musang yang sudah dimasak kepada yang bersangkutan," kata dia sebagaimana dilansir Antara.
Dia mengatakan dari hasil pemeriksaan awal, para pelaku mengaku motifnya adalah untuk membuat konten viral dan meningkatkan jumlah pengikut di media sosial.
Namun, setelah video tersebut viral dan mendapat kecaman publik, salah satu pelaku bahkan menutup akun media sosialnya karena takut.
“Melihat videonya viral dan pihak keluarga tidak terima, kemudian sempat berkonsultasi ke polsek dan kemudian dilaporkan ke polres dan kejadian ini adalah pada tanggal 10 Desember 2024,” kata dia.
Meski para pelaku mengaku ini adalah kali pertama mereka melakukan tindakan serupa, polisi masih mendalami kemungkinan adanya tindakan serupa sebelumnya.
Baca Juga: Dilaporkan Nyebar Hoaks Kasus Dugaan Perundungan PPDS Undip, Menkes Budi: Aneh!
“Ketiga pelaku memiliki peran berbeda dalam aksi tersebut yakni R bertugas merekam video, W mengucapkan kata-kata menghina dalam video dan J yang mem-posting video ke media sosial,” kata Kusworo.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 45A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.