Suara.com - Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menanggapi wacana untuk menjadi lembaga penyidik tunggal yang sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra.
Dia menjelaskan bahwa wacana ini didasari oleh Komvensi Anti Korupsi PBB atau United Nations Convention against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
“Dalam konvensi PBN melawan korupsi 2003 ini memang diamanatkan satu pembentukan badan khusus setiap negara peserta yang menangani pencegahan dan pemberantasan korupsi,” kata Nawawi kepada wartawan, Rabu (18/12/2024).
Nawawi menjelaskan bahwa UNCAC 2003 itu mengamanatkan agar penanganan tindak pidana korupsi dilakukan oleh satu badan khusus.
Baca Juga: Yasonna Laoly Dipanggil KPK Terkait Harun Masiku, PDIP: Sarat Muatan Politis
“Beliau (Yusril) mengatakan bahwa kalau kita di Indonesia misalnya ada tiga lembaga yang menangani penanganan perkara tipikor itu treatmentnya berbeda-beda,” ujar Nawawi.
“Penanganan tipikor oleh penyidik Polri, menurut beliau, ya, menjadi berbeda dengan penanganan perkara tipikor yang dilakukan oleh penyidik pada Kejaksaan. Lebih menjadi berbeda dengan penanganan tipikor oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi,” tambah dia.
Perbedaan cara penanganan tindak pidana korupsi itu dianggap lebih berpotensi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyinggung wacana menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyidik tunggal dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
Hal itu dia sampaikan usai menghadiri Seminar Inisiasi Perubahan Kedua UU Tipikor atas Rekomendasi UNCAC sebagai salah satu dari rangkaian peringan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024.
Baca Juga: Dikritik Dewas Bernyali Kecil, Pimpinan KPK: Mohon Maaf...
Menurut Yusril, wacana untuk menjadikan KPK sebagai penyidik tunggal yang menangani kasus tipikor masih perlu didiskusikan lebih lanjut.
Awalnya, Yusril menjelaskan bahwa wacana tersebut muncul lantaran adanya tumpang tindih antara kewenangan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam penanganan perkara korupsi.
“Sekarang ini kewenangan yang sama juga dimiliki oleh polisi dan kejaksaan. Sementara KPK memiliki kewenangan spesifik menangani kasus korupsi yang menarik perhatian publik dan kerugian negara lebih dari satu miliar. Tapi kewenangan di bidang itu pun bisa dilakukan oleh polisi dan kejaksaan,” kata Yusril di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).
Lebih lanjut, Yusril menegaskan bahwa wacana penyidik tunggal KPK belum bisa dipastikan lantaran masih membutuhkan masukan dari berbagai pihak.
“Saya nggak bisa bilang harus diterima sekarang (wacana penyidik tunggal KPK). Karena kami juga harus mendengar masukan dan pandangan bukan hanya saja dari lembaga penegak hukum, tapi juga dari para akademisi dan aktivis yang bergerak dalam pemberantasan korupsi. Kita dengar semuanya. Sehingga kita bisa mengambil satu rumusan yang lebih sesuai,” tutur Yusril.
Dia juga menekankan bahwa wacana ini harus diiringi dengan pembaruan UU Tipikor, terutama untuk menyesuaikan aturan dengan KUHP baru yang akan berlaku mulai 2026.
Selain itu, Yusril menyebut bahwa fokus utama reformasi hukum sesuai UNCAC adalah pemberantasan penyuapan di dalam maupun luar negeri, dan pemulihan aset hasil korupsi yang dialihkan ke luar negeri.
“Jadi kalau kita mengacu pada UNCAC ya tekanan utamanya itu adalah pada penyuapan. Nah baik di dalam maupun di luar negeri, masalah aset yang dipindahkan ke luar negeri dan sebagainya itu yang menjadi fokus UNCAC,” tandas Yusril.