Suara.com - Harga rokok dilihat jadi salah satu faktor utama tingginya angka perokok di Indonesia. Meski pemerintah telah menetapkan harga jual eceran rokok naik pada 2025, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96 tahun 2024, namun aturan itu tak berarti apa-apa.
Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) menyebutkan bahwa pemerintah seharusnya berani membuat kebijakan untuk membuat harga rokok per bungkus minimal Rp70 ribu. Nominal tersebut dinilai baru ampuh untuk mencegah prevalensi perokok aktif bertambah juga membantu masyarakt berhenti merokok.
"Ada survei tentang dukungan publik menunjukkan bahwa orang akan mau berhenti merokok kalau harganya Rp70 ribu. Jadi kalau Rp70 ribu satu bungkus, dia akan berhenti merokok," kata Ketua PKJS-UI Aryana Satrya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Namun nampaknya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum berani lakukan hal tersebut. Justru melalui PMK 96/2024 itu, pemerintah memutuskan tidak menaikan harga cukai rokok pada 2025. Sehingga, harga rokok per bungkus dipastikan tidak akan naik secara signifikan.
Baca Juga: Harga Rokok Indonesia Masih Murah, Dinilai Jadi Penyebab Anak-anak Susah Berhenti Merokok
Aryana menyebut bahwa harga rokok di Indonesia masih terlalu murah, dibandingkan dengan sejumlah negara lain. Padahal harga rokok bisa jadi penentu keputusan seseorang untuk mengonsumsi hasil tembakau itu atau tidak.
"Kita bisa melihat bahwa harga jual eceran rokok meningkat. Tapi kalau kita melihat misalnya harga yang paling mahal, sigaret putih mesin, misalnya yang Camel atau Malboro ataupun Djarum yang putih, harganya katakanlah Rp49 ribu Rp50 ribu. Kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain, itu ternyata jauh kita di bawahnya. Jadi harganya ini masih sangat murah," kata Aryana.
Dia menunjukan sejumlah daftar harga rokok di beberapa negara maju per 2020 lalu. Seperti Australia yang menjual rokok per bungkus dibandrol seharga 25,88 dolar atau setara dengan Rp395 ribu. Kemudian Inggris menjual rokok seharga 15,83 dilar atau setara Rp243 ribu. Sesama negara Asia, seperti Korea Selatan menjual rokok senilai 3,42 dolar atau Rp52 ribu.
Sementara itu, dalam PMK 96/2024 tersebut mengatur bahwa harga jual eceran rokok hanya naik rata-rata 9,53 persen.
"Walaupun sekarang ada harga jual ecerannya atau harga bandrolnya dinaikkan, tapi tanpa kenaikan cukai rokok maka dia akan masih sangat rendah," ujarnya.
Baca Juga: Cukai Rokok 2025 Tak Naik, Pemerintah Prabowo Dinilai Salah Langkah di 100 Hari Pertama