Suara.com - Setelah jatuhnya rezim Bashar al Assad, Suriah kini membuka tabir gelap yang selama ini sulit diungkap, termasuk keterlibatan rezim dalam perdagangan captagon, sejenis amfetamin yang telah membanjiri Timur Tengah selama bertahun-tahun. Dengan berakhirnya kekuasaan lama, kelompok baru seperti Hayat Tahrir al Sham (HTS) mengambil alih vila-vila mewah dan pabrik-pabrik yang dulu dikendalikan oleh para penguasa narkoba.
Dalam kunjungan ke dua lokasi berbeda, yaitu sebuah vila pribadi di dekat perbatasan Lebanon dan pabrik captagon di pinggiran Damaskus, keadaannya begitu mencengangkan. Bau menyengat bercampur logam segera menyerang hidung. Para penjaga HTS mengakui bahwa bau tersebut kerap menyebabkan sakit kepala.
“Kami sudah membakar simpanan pil captagon yang ditemukan di sini,” ujar salah satu penjaga, seraya menunjukkan tumpukan bahan baku seperti kafein, alkohol, dan karung-karung putih menyerupai tepung.
Abu Baker, seorang prajurit HTS, dengan tegas menyatakan bahwa produksi narkoba semacam itu tidak pernah dibiarkan di wilayah Idlib yang dikuasai HTS.
Baca Juga: Mengerikan! Kuburan Massal Rezim Assad Dekat Damaskus Terungkap
“Kami tahu apa yang terjadi di seluruh Suriah, terutama di bawah rezim Assad. Ekonomi rezim mati, jadi mereka membiayai diri dengan uang dari perdagangan narkoba,” jelasnya.
Vila-vila di lingkungan tersebut dulunya milik perwira Divisi Lapis Baja ke-4 yang dipimpin oleh Maher al Assad, saudara Bashar al Assad yang dikenal kejam. Salah satunya adalah vila milik Kolonel Baseem, seorang tokoh yang ditakuti warga sekitar.
“Saya sangat terkejut ketika mengetahui bahwa vila ini digunakan untuk produksi narkoba,” kata Abu Bilal, seorang petani yang tinggal di sebelahnya.
Setelah dipaksa keluar saat pembangunan vila, ia hanya berani kembali setelah rezim jatuh.
“Kami tidak tahu sama sekali tentang operasi gelap ini. Ini benar-benar menghancurkan negara.”
Baca Juga: Pemimpin HTS Bersumpah Suriah Tak Akan Jadi Basis Serangan ke Israel
Bagi negara-negara tetangga, peredaran captagon dari Suriah telah menjadi ancaman serius. Para bandar narkoba rezim Assad sudah lama menjadi sasaran sanksi AS, Uni Eropa, dan Inggris.
Menekan ekspor ilegal captagon bahkan sempat menjadi alat tawar-menawar dalam upaya normalisasi hubungan Suriah dengan negara-negara Arab.
Menurut Bank Dunia, perdagangan captagon adalah sektor paling bernilai di tengah ekonomi Suriah yang porak-poranda akibat perang, dengan estimasi nilai mencapai US$1,9 miliar (sekitar Rp30 triliun) hingga US$5,6 miliar (sekitar Rp90 triliun), hampir menyamai PDB Suriah yang hanya US$6,2 miliar (sekitar Rp93 triliun) pada 2023.
Di salah satu pabrik, lapisan atasnya memproduksi cokelat dan keripik, sementara lantai bawahnya menjadi sarang produksi narkoba. Pil captagon disembunyikan dalam berbagai benda, mulai dari sistem kelistrikan hingga buah plastik. Harga satu pil berkisar antara US$2 (Rp30.000) hingga US$20 (sekitar Rp300 ribu), tergantung lokasi penjualannya.
Mohammad al Toot, pemilik pabrik tersebut, menceritakan bagaimana pabrik makanannya diambil alih paksa ketika ia mengungsi ke Mesir pada 2014.
“Amer Khayti bersama Maher al Assad dan Bashar al Assad mengubah pabrik saya menjadi tempat produksi narkoba. Saya mencoba mendapatkan hak saya kembali, tetapi tidak ada yang membantu,” ungkapnya dengan getir.