Suara.com - Setelah dimakzulkan, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Minggu (15/12/2024) mengabaikan pemanggilan Tim Jaksa Penuntut untuk menghadiri pemeriksaan soal pemberlakuan darurat militer 3 Desember lalu.
Yoon tidak hadir meskipun tim jaksa telah mengirimkan panggilan pada Rabu (11/12), yang meminta dirinya hadir untuk menjalani proses interogasi pada Minggu.
Jaksa berencana untuk segera mengirimkan panggilan kedua kepada Yoon, yang saat ini berstatus tersangka atas kemungkinan dakwaan pengkhianatan terhadap negara setelah darurat militer yang ia deklarasikan ditolak parlemen.
Korea Selatan, ekonomi terbesar keempat di Asia, tengah mengalami krisis politik yang kian dalam setelah Yoon mengumumkan pemberlakuan darurat militer. Status itu dibatalkan oleh parlemen beberapa jam kemudian.
Baca Juga: Krisis Politik Korsel Mereda, Oposisi Tarik Ulang Pemakzulan
Yoon dimakzulkan oleh Majelis Nasional, yang dipimpin oposisi, pada Sabtu (14/12) setelah beberapa anggota parlemen dari partai penguasa mendukung mosi tersebut.
Ia sebelumnya selamat dari upaya pemakzulan pertama awal bulan ini setelah anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa memboikot pemungutan suara.
Nasib Yoon kini berada di tangan Mahkamah Konstitusi, yang memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan apakah akan menguatkan atau membatalkan pemakzulan tersebut.
Jika pemakzulan dikukuhkan, pemilihan presiden baru harus digelar dalam waktu 60 hari.
Langkah pemakzulan tersebut memicu penyelidikan besar, yang juga mencakup Yoon sendiri. Ia menjadi presiden pertama yang menghadapi dakwaan pengkhianatan dan pemberontakan, serta larangan bepergian ke luar negeri. [Antara].
Baca Juga: Suriah di Ambang Perubahan? Negara-negara Arab dan Barat Sepakat Soal Ini