Suara.com - Utusan khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, menyerukan upaya bersama dari kekuatan internasional untuk mencegah runtuhnya institusi vital di Suriah setelah tergulingnya pemimpin lama negara itu, Bashar al-Assad. Seruan ini disampaikan dalam pertemuan diplomatik tingkat tinggi di kota resor Laut Merah, Aqaba, Yordania, Sabtu (16/12).
Dalam konferensi yang dihadiri oleh diplomat-diplomat top dari negara-negara Arab, Turki, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, Pedersen menekankan pentingnya langkah cepat untuk memastikan keberlanjutan negara. “Kita harus memastikan bahwa institusi negara tidak runtuh dan bantuan kemanusiaan dapat segera disalurkan,” tegas Pedersen. “Jika hal ini dapat dicapai, mungkin ada peluang baru bagi rakyat Suriah.”
Mendorong Proses Politik yang Inklusif
Pedersen juga mendukung pelaksanaan proses politik yang “kredibel dan inklusif” untuk membentuk pemerintahan baru di Suriah yang mencerminkan keragaman etnis dan agama di negara tersebut.
Baca Juga: 50 Tahun Terlarang, Warga Suriah Akhirnya Injakkan Kaki di Resor Mewah Dinasti Assad
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, yang turut hadir dalam pertemuan itu. Blinken menekankan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki peran penting dalam memberikan bantuan kemanusiaan dan melindungi kelompok minoritas di Suriah.
“Rakyat Suriah telah mengalami penderitaan luar biasa selama bertahun-tahun konflik. Proses transisi ini harus menjadi awal dari masa depan yang lebih baik dan damai bagi semua komunitas di Suriah,” ujar Blinken setelah bertemu dengan Pedersen.
Situasi Pasca Kejatuhan Assad
Kurang dari sepekan setelah oposisi Suriah berhasil menggulingkan Bashar al-Assad, Suriah kini menghadapi tantangan besar untuk memastikan stabilitas internal. Penggulingan tersebut, yang menjadi klimaks dari perang saudara selama lebih dari satu dekade, meninggalkan kekosongan kekuasaan dan risiko keruntuhan sistem pemerintahan.
Masyarakat internasional khawatir bahwa tanpa langkah konkret, Suriah dapat terjebak dalam kekacauan lebih lanjut yang akan memperburuk krisis kemanusiaan di negara itu. Saat ini, jutaan warga Suriah bergantung pada bantuan internasional untuk kebutuhan dasar, sementara banyak infrastruktur penting telah hancur akibat perang.
Peran Diplomasi Regional dan Internasional
Pertemuan di Aqaba juga menjadi ajang diskusi tentang bagaimana negara-negara tetangga Suriah, seperti Turki, Yordania, dan Irak, dapat membantu menstabilkan kawasan tersebut. Selain itu, keterlibatan Uni Eropa dan Amerika Serikat dianggap krusial untuk memberikan dukungan ekonomi dan politik dalam proses transisi.
Baca Juga: Abbas Desak Israel Angkat Kaki dari Gaza, Serukan Palestina Kendalikan Penuh
Blinken menambahkan bahwa penyelesaian krisis Suriah harus melalui pendekatan multilateral. “Kami harus bekerja sama untuk memastikan bahwa transisi ini berjalan dengan damai dan menghasilkan pemerintahan yang menghormati hak semua warganya,” ujarnya.
Harapan Baru untuk Suriah
Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, Pedersen menutup pernyataannya dengan nada optimis, mengatakan bahwa kolaborasi internasional yang kuat dapat membuka jalan bagi masa depan yang lebih baik bagi rakyat Suriah.
“Kita memiliki kesempatan untuk menulis ulang masa depan Suriah,” kata Pedersen. “Namun, itu hanya bisa terjadi jika kita semua bekerja bersama untuk mengatasi krisis ini dengan cara yang manusiawi dan adil.”