Krisis Politik Prancis, Macron Umumkan Perdana Menteri Baru di Tengah Popularitas yang Merosot

Bella Suara.Com
Sabtu, 14 Desember 2024 | 05:10 WIB
Krisis Politik Prancis, Macron Umumkan Perdana Menteri Baru di Tengah Popularitas yang Merosot
Presiden Prancis, Emmanuel Macron. (MOHAMMED BADRA / POOL / AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Prancis Emmanuel Macron akan mengumumkan penunjukan perdana menteri baru pada Jumat pagi, menurut konfirmasi Istana Elysee. Pengumuman ini menjadi langkah penting di tengah tantangan politik yang semakin meningkat dan tingkat popularitas Macron yang mencapai titik terendah.

Keputusan ini sempat tertunda melewati tenggat waktu yang Macron tetapkan sendiri pada Kamis (12/12). Penundaan ini menunjukkan kesulitan politik yang dihadapinya, termasuk konsultasi panjang untuk memastikan keputusan terbaik.
Pengumuman akan dilakukan tak lama setelah Macron kembali dari kunjungannya ke Polandia.

Perdana menteri baru yang ditunjuk akan menghadapi tugas berat, termasuk merundingkan kesepakatan parlementer untuk mencegah mosi tidak percaya dan memastikan pengesahan anggaran tahun 2025.

Namun, kondisi politik saat ini tidak berpihak pada Macron. Survei terbaru dari Elabe menunjukkan tingkat persetujuannya hanya 21 persen, dengan penurunan tajam kepercayaan dari pendukungnya sejak pemilihan presiden 2022.

Baca Juga: Rezim Bashar al-Assad Tumbang, Jerman dan Prancis Siap Lakukan Ini Untuk Suriah

Beberapa nama muncul sebagai kandidat potensial untuk posisi perdana menteri. Francois Bayrou, tokoh sentris veteran, mengalami lonjakan dukungan sebesar 8 poin menjadi 29 persen, menjadikannya salah satu kandidat terkuat.

Selain itu, dua mantan perdana menteri juga disebut-sebut: Bernard Cazeneuve dengan dukungan 28 persen dan Edouard Philippe, tokoh politik paling populer di Prancis dengan tingkat persetujuan 41 persen.

Ketidakstabilan politik Prancis dimulai sejak Juni lalu, ketika aliansi sentris Macron gagal meraih kemenangan mutlak dalam pemilu. Situasi diperburuk oleh kemenangan partai sayap kanan National Rally dalam pemilu Parlemen Eropa, serta tekanan dari aliansi sayap kiri Front Rakyat Baru (NFP) yang memenangkan suara terbanyak dalam pemilu legislatif.

NFP sebelumnya mencalonkan Lucie Castets sebagai perdana menteri, tetapi Macron menolak kandidat tersebut. Setelah beberapa bulan ketidakpastian, Macron menunjuk Michel Barnier sebagai perdana menteri pada September.

Namun, pemerintahan Barnier tak bertahan lama karena terguling oleh mosi tidak percaya, menjadikannya pemerintahan pertama yang mengalami hal tersebut sejak 1962.

Baca Juga: Momen Akrab Donald Trump dan Pangeran William saat Peresmian Katedral Notre Dame di Paris Jadi Sorotan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI