Suara.com - Yasmin Mashaan, salah satu pendiri Caesar Families Association, mengatakan kepada Anadolu soal pengaruh foto-foto penyiksaan tahanan Suriah dalam proses hukum dan bagi keluarga korban.
Meskipun asosiasi tersebut tidak berkomunikasi langsung dengan Caesar, mereka bekerja sama dengan orang-orang yang dekat dengannya, termasuk seseorang yang menggunakan nama sandi "Sami."
“Dokumen yang kami miliki merupakan langkah awal yang kuat untuk meminta akuntabilitas dan hampir siap,” kata Mashaan.
“Kami melakukan kolaborasi dengan Mekanisme Internasional, Tidak Memihak, dan Independen (IIIM) untuk menyediakan bukti dan dokumen."
Baca Juga: Bak Harta Karun Terpendam: Ferrari dan Lamborghini Bersembunyi di Balik Tembok Istana Assad
IIIM adalah organisasi PBB yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2016.
Tugasnya adalah membantu penyelidikan dan penuntutan terhadap individu yang bertanggung jawab atas kejahatan internasional serius, termasuk kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida, di Suriah sejak Maret 2011.
Foto-foto yang diambil oleh Caesar dari Mei 2011 hingga Agustus 2013 menunjukkan luka pada jenazah, serta mendokumentasikan penyiksaan dan pembunuhan yang terjadi di fasilitas militer.
“Kami telah mencatat kemajuan yang signifikan setelah kejatuhan rezim,” ujar Mashaan.
Dia menambahkan bahwa mereka menantikan keputusan global untuk mengajukan kasus ini ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atau membentuk pengadilan khusus untuk Suriah.
Baca Juga: Rezim Bashar al-Assad Tumbang, Dubes Suriah: Murni Keinginan Rakyat
Dia juga menyoroti pentingnya kasus yang diajukan oleh Kanada dan Belanda terhadap Suriah berdasarkan Konvensi PBB 1984 tentang Anti Penyiksaan.
“Kami kini berada di era pasca-rezim, dan semua pelaku akan dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.
Mashaan mengungkapkan kemajuan yang dicapai dalam beberapa kasus di Prancis dan Jerman, di mana beberapa pejabat senior rezim Assad telah divonis atau menghadapi perintah penangkapan.
Dia menambahkan bahwa mereka berkomunikasi dengan mantan tahanan yang mengenal korban untuk mengumpulkan informasi mengenai momen terakhir mereka.
“Salah satu harapan kami adalah mengetahui kata-kata terakhir mereka,” ujarnya.
Laporan internasional menunjukkan bahwa Penjara Militer Sednaya, yang berlokasi sekitar 30 kilometer dari ibu kota Damaskus, menjadi pusat penahanan yang terkenal bagi para pengunjuk rasa anti-rezim setelah pemberontakan 2011.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa eksekusi massal di Sednaya antara 2011 dan 2015 mengakibatkan hampir 50 orang dieksekusi gantung setiap satu atau dua minggu.
Dikatakan juga bahwa para tahanan ditempatkan dalam kondisi tidak manusiawi, disiksa, dan secara sistematis dirampas haknya untuk mendapatkan makanan, air, obat-obatan, dan perawatan medis.
Penyelidikan Amnesty International pada 2017 menyimpulkan bahwa pembunuhan dan penyiksaan di Sednaya sejak 2011 merupakan bagian dari serangan yang luas dan sistematis terhadap warga sipil Suriah, yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Assad, yang telah berkuasa di Suriah selama 24 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok-kelompok anti-rezim merebut Damaskus pada hari Minggu, yang mengakhiri kekuasaan Partai Baath sejak 1963.