Suara.com - Baru-baru ini, sebuah unggahan di media sosial X ramai memperbincangkan kabar bahwa gaji senilai Upah Minimum Regional (UMR) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
Unggahan tersebut juga mengklaim bahwa pekerja di seluruh Indonesia mengancam mogok kerja, dengan narasi pengusaha menghadapi ancaman kebangkrutan.
Namun, apakah benar gaji UMR akan dikenakan PPN?
Penjelasan Faktual
Pajak yang dikenakan pada penghasilan, termasuk gaji UMR, bukanlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melainkan Pajak Penghasilan (PPh). Menurut Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PPN diberlakukan atas transaksi pembelian atau penjualan barang dan jasa.
Baca Juga: Kejanggalan Fortuner Pejabat Nakal di LHKPN: Ketika Pajak Tahunan Lebih Mahal dari Harga Beli Mobil
Saat ini, tarif PPN yang berlaku adalah 11 persen dan direncanakan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025.
Objek PPN meliputi Barang Kena Pajak (BKP) berwujud, seperti barang elektronik, pakaian, kendaraan, hingga makanan kemasan, dan BKP tidak berwujud, seperti hak cipta atau paten.
Sedangkan, PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima individu atau badan dalam satu tahun pajak.
Perbedaan PPN dan PPh
Objek Pajak:
- PPN dikenakan pada transaksi produksi atau distribusi barang/jasa.
- PPh dikenakan pada penghasilan wajib pajak.
Pihak yang Menanggung:
Baca Juga: CEK FAKTA: Pramono Anung Bagi-Bagi Uang Rp20 Juta karena Menang Pilkada
- PPN dibebankan pada konsumen akhir.
- PPh dikenakan langsung kepada individu atau badan yang memperoleh penghasilan.
Tarif Pajak:
- PPN saat ini sebesar 11 persen.
- PPh bervariasi, bergantung pada jenisnya, seperti PPh 21 untuk penghasilan karyawan.
Kesimpulan
Klaim bahwa gaji UMR dikenakan PPN 12 persen adalah informasi yang keliru. Gaji merupakan objek PPh, bukan PPN. Penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan antara kedua jenis pajak ini agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan.