Suara.com - Sejumlah pihak menyatakan penolakan akan wacana pelucutan senjata api atau senpi bagi anggota Polri. Wacana itu ramai digaungkan beberapa pegiat Hak Asasi Manusia (HAM).
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menegaskan bahwa gagasan tersebut tidak realistis mengingat situasi kriminal di Indonesia yang semakin kompleks dan brutal. Di mana pelaku kejahatan kerap membawa senjata api seperti curanmor, perampokan, begal. Selain itu, pelaku juga sering melukai korban terutama perampok nasabah bank dan kejahatan lainnya.
Sugeng menilai, dengan meningkatnya kasus kekerasan kriminal yang mengancam keselamatan masyarakat, tuntutan untuk melucuti senjata anggota Polri sama sekali tidak sejalan dengan kebutuhan mendesak untuk menjaga keamanan.
"Kondisi masyarakat kita dan meningkatnya kekerasan tindak pidana yang sangat brutal, seperti curas dan curat, menurut saya belum memungkinkan anggota Polri dilucuti senjatanya," ujar Sugeng, Selasa (10/12/2024).
Baca Juga: Biarawati Terhormat di Italia Ditangkap, Diduga Jadi Mata-mata Mafia
Menurut dia, bahwa para pelaku kejahatan kerap kali sudah dilengkapi dengan senjata api yang dapat membahayakan nyawa masyarakat dan aparat. Oleh karena itu, anggota Polri harus tetap dilengkapi dengan senjata untuk menghadapi ancaman tersebut.
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi. Dia mengungkapkan wacana pelucutan senjata api anggota Polri bukanlah solusi yang tepat.
"Ya, coba kita bisa bayangkan Kalau polisi itu bersenjatakan pentungan. Sementara pemetik sepeda motor saja sekarang udah pakai senjata rakitan dari Cipacing. Saya kira ini bukan solusi yang betul ya, karena polisi selaku penegak hukum harus tetap memegang senjata," ujar Islah Bahrawi.
Apalagi, kata Islah Bahrawi, saat ini banyak anggota polisi menjadi korban penembakan dari pelaku-pelaku kejahatan jalanan. Apalagi di negara Indonesia ada UU Darurat, namun masih saja banyak yang mau melanggar UU Darurat Kepemilikan Senjata Api itu.
"Dan polisi yang bersenjata itu bukan hanya di Indonesia, semua negara memiliki senjata api. Kalau di Amerika ada yang megang tuh, yang senjata setrum itu. Itu tetap aja senjata apinya ada di sebelah kirinya atau di sebelah kanannya. Semua penegak hukum di negara manapun memegang itu, kecuali mungkin Dalmas Pengendalian Massa, polisi anti huru-hara, ya mereka pasti tidak akan dibekali dengan Senjata api, peluru tajam. Jelas enggak ya, kalau peluru hampa mungkin," bebernya.
Baca Juga: Kompolnas Pantau Sidang Etik Polisi Tembak Siswa SMK di Semarang
Sementara itu, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) Romadhon juga sependapat bahwa langkah pelucutan senpi tersebut tidak mengacu pada manfaat dan risiko operasional di lapangan. Romadhon menilai solusi yang ditawarkan YLBHI maupun Amnesty Internasional Indonesia justru berpotensi membahayakan masyarakat dan anggota Polri itu sendiri.
“Kami memahami kekhawatiran YLBHI terkait kasus penyalahgunaan senjata api, namun menghapus atau melucuti senjata anggota Polri bukanlah solusi yang efektif. Justru, penghapusan ini dapat memperbesar risiko bahaya, baik kepada masyarakat maupun kepada anggota Polri yang menjalankan tugasnya,” kata Romadhon.
Dia menjelaskan, senjata api merupakan alat perlindungan diri yang diperlukan oleh anggota Polri dalam menjalankan tugas operasional di lapangan, terutama dalam menghadapi situasi berbahaya. Namun demikian, ia menegaskan perlunya pengawasan ketat dalam penggunaan senjata api agar sesuai dengan standar prosedur operasional (SOP) dan tidak disalahgunakan.
Menurut JAN, senjata api adalah instrumen penting dalam mendukung tugas Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dengan meningkatnya ancaman seperti kejahatan bersenjata, peredaran narkoba, hingga terorisme, pelucutan senjata justru akan melemahkan kemampuan Polri dalam menghadapi ancaman tersebut.
“Tanpa senjata api, anggota Polri berpotensi menjadi korban dalam situasi yang membutuhkan tindakan sigap. Ini dapat berdampak buruk pada keselamatan masyarakat,” kata Romadhon.