Suara.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengaku tidak akan mentoleransi upaya pihak yang mengiming-imingi bisa mempengaruhi putusan hakim, termasuk dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota atau sengketa Pilkada 2024.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan di MK pada Selasa (10/12/2024), Suhartoyo pun meminta agar para jurnalis turut bekerja sama dengan pimpinan MK untuk mengusut jika ada praktik suap kepada hakim yang mengadili gugatan sengketa pilkada.
“Karena kalau kami biarkan, kemudian kami diamkan, nanti ‘kan seperti image itu menjadi sebuah kebenaran, padahal belum tentu benar. Tolong kalau ada teman-teman media bisa beri data, kami [dan] Pak Wakil [Ketua MK] bisa kemudian ambil sikap-sikap yang sebagaimana ditentukan,” kata Suhartoyo dikutip dari Antara, Rabu (11/12/2024).
Selain itu, Ketua MK juga meminta masyarakat untuk melapor kepada Mahkamah apabila ada pihak yang mengiming-imingi bisa membantu untuk mempengaruhi putusan hakim.
“Teman wartawan bisa memberi masukan dong dengan MK secara kelembagaan. Kalau betul, berikan datanya supaya kami bisa juga mengantisipasi untuk kepada hakim tertentu atau kepada karyawan tertentu [yang] melakukan sesuatu yang sebagaimana yang dinarasikan,” ujar dia.
Mahkamah tengah menerima pendaftaran gugatan hasil Pilkada 2024. Hingga Rabu pukul 00.05 WIB, MK telah menerima sebanyak 240 permohonan yang terdiri dari dua permohonan sengketa pemilihan gubernur, 194 permohonan sengketa pemilihan bupati, dan 44 sengketa pemilihan wali kota.
Jumlah itu masih akan terus bertambah. Mengingat, batas pendaftaran tiap daerah bisa berbeda-beda karena berdasarkan peraturan yang berlaku, pendaftaran sengketa pilkada dapat dilakukan paling lambat tiga hari kerja sejak KPU setempat menetapkan hasil pemilihan.
Menurut Suhartoyo, jadwal sidang perdana sengketa Pilkada 2024 masih dalam pembahasan, tetapi ia memperkirakan sidang pemeriksaan pendahuluan akan digelar pada awal bulan Januari 2025.
Sementara itu, sidang pemeriksaan perkara akan dilakukan dengan metode panel. Tiap-tiap panel diisi oleh tiga hakim konstitusi.
“Dibagi tiga panel, kecuali ada hal-hal yang krusial bisa jadi, bisa saja, sidang pleno. Tapi, itu hanya dalam keadaan eksepsional yang kira-kira perlu untuk pleno. Tapi kalau sidang pendahuluan, pemeriksaan, pembuktian, biasanya panel. Kalau pengucapan keputusan harus pleno,” ujarnya menjelaskan. (Antara)