Suara.com - Arkeolog Harry Octavianus Sofian ikut angkat bicara soal video lawas Miftah Maulana Habiburrohman alias Gus Miftah yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Raja Majapahit, Prabu Brawijaya. Peneliti (Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu pun justru menyebut jika Prabu Wijaya yang diklaim sebagai leluhur Gus Miftah adalah tokoh fiktif.
Diketahui, jejak digital Gus Miftah terus-terusan dikuliti oleh netizen. Hal itu setelah aksi mantan Utusan Khusus Presiden itu mengolok-olok penjual es teh dengan sebutan 'goblok' viral di media sosial. Kekinian, muncul lagi video lawas Gus Miftah yang mengaku sebagai keturunan Prabu Brawijaya yang kesembilan belas.
Dalam cuplikan video berdurasi satu menit itu, Gus Miftah awalnya membeberkan nama-nama kiai yang masih keturunan Prabu Brawijaya.
"Kebetulan kiai saya keturunan kesembilan dari Bapak Muhammad Besari. Miftah kiai Murodi, Muhammad Boniran, Muhammad Usman, Jalal Iman, Karyonawi, Madaru, Muhammad Ilyas, Muhammad Besari, nomor sembilan.
Tak hanya Prabu Brawijaya, Gus Miftah mengklaim jika dirinya juga punya garis keturunan dari Raden Patah asal Demak.
"Jadi saya keturunan kedelapan belas dari Prabu Brawijaya, keturunan ketujuh belas dari Raden Patah Demak. Raden Patah itu terkenal ganteng, maka lumrah kalau saya..." demikian cuplikan video lawas Gus Miftah.
Klaim Gus Miftah sebagaimana video yang viral itu turut digubris oleh Harry Sofian. Lewat cuitannya di akun X pribadinya pada Senin (9/12/2024), Harry meragukan pernyataan Gus Miftah. Sebab, menurutnya, nama Brawijaya hanya ada di legenda masyarakat dan tidak tercatat di dalam sejarah.
"Padahal nama Brawijaya hanya muncul di Babad Tanah Jawa yang diragukan otentifikasinya sebagai sejarah, tetapi sebagai karya sastra. Nama Brawijaya tidak ada dalam prasasti dan naskah lain tetapi hanya muncul di legenda rakyat dan Babad Tanah Jawa," bebernya dikutip Suara.com, Selasa (10/12/2024).
Menanggapi klaim Gus Miftah, Harry Sofian pun menyebut banyak banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai keturunan tokoh terkenal demi untuk melegitimasi kekuasaannya. Dia pun mencontohkan sikap mengklaim dari Raja Kutai Martapura, Mulawarman.
"Catatan arkeologi telah banyak merekam budaya manusia. Manusia membutuhkan legitimasi untuk mendukung dan mendudukkan "namanya" dalam struktur sosial budaya masyarakat, makanya banyak orang-orang berlomba-lomba mengaku keturunan orang-orang terkenal," tulis Harry.