Alasan Jaksa Tuntut Harvey Moeis 12 Tahun Penjara: Dia Berbelit-belit

Senin, 09 Desember 2024 | 22:55 WIB
Alasan Jaksa Tuntut Harvey Moeis 12 Tahun Penjara: Dia Berbelit-belit
Terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis saat menjalani sidang lanjutan kasusnya di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Suara.com/Dea)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkapkan alasannya menuntut suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun. Ia diketahui terjerat kasus dugaan korupsi perkara timah yang merugikan negara lebih dari Rp 300 triliun.

Jaksa menjelaskan, bahwa salah satu alasannya ialah Harvey Moeis kerap berbelit ketika menyampaikan keterangannya di persidangan.

“Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

Selain itu, Harvey dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelengaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Baca Juga: Tuntut Harvey Moeis 12 Tahun Penjara, Jaksa Bongkar Peran Suami Sandra Dewi di Kasus Timah

Lebih lanjut, jaksa juga mempertimbangkan kerugian keuangan negara sebesar lebih dari Rp 300 triliun yang diakibatkan dari perbuatan Harvey ini.

“Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar yaitu sejumlah Rp 300.003.263.938.131,14,” ujar jaksa.

Pada kesempatan yang sama, jaksa juga menyebut Harvey telah mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri sebesar Rp 210 miliar.

Harvey Moeis baru saja dituntut 12 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Pasalnya, jaksa penuntut umum menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca Juga: Hari Ini Suami Sandra Dewi Jalani Sidang Tuntutan Kasus Timah, Harvey Moies Bakal Dihukum Berapa Lama?

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

Selain itu, jaksa juga menuntut Harvey untuk membayar pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.

“Membebankan Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar,” tambah jaksa.

Bila Harvey tidak bisa membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.

“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun,” tandas jaksa.

Dalam kasus ini, Harvey Moeis disebut melakukan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Akbar selaku Direktur Operasional PT Timah serta 27 pemilik smelter swasta lainnya untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwi atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut.

Selain itu, Harvey juga didakwa melakukan permintaan kepada sejumlah perusahaan penambang timah swasta untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar USD 500-750 per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa atas nama PT Refined Bangka Tin, dengan total Rp420 miliar.

Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

Dalam surat dakwaannya, jaksa menyebut menerima uang panas Rp420 miliar dari tindak pidana korupsi tata niaga wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.

“Memperkaya Harvey Moeis, dan Helena Lim setidak-tidak ya Rp420 miliar” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI