Suara.com - Jaringan Advokasi Konvensi ILO 190 (JAK ILO 190) mendesak pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Kongens International Labour Organization 190 (Konvensi ILO 190) tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja.
Desakan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Sekretariat Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, pada Senin (9/12/2024). Adapun desakan ini datang berdasarkan beberapa alasan seperti berikut.
1. UU TPKS Dinilai Belum Cukup
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah secara komprehensif mengatur perlindungan bagi seluruh masyarakat terhadap tindak kekerasan seksual. Namun, UU TPKS dinilai belum mengakomodir kekerasan lainnya yang terjadi di dunia kerja, seperti psikologis dan ekonomi.
Dalam satu tahun terakhir, hasil survei Kelayakan Kerja tahun 2024 program Makin Terang menemukan, 1 dari 23 responden (125 dari 2.863) melaporkan kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami di tempat kerja mereka
2. Pendekatan Inklusif dan Responsif Gender
Konvensi ILO 190 mampu mengenali Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender (KPBG) di dunia kerja. Sebab, konvensi yang disahkan ILO pada 2019 ini menggunakan pendekatan inklusif dan responsif gender. Artinya, regulasi dan pemangku kepentingan harus mempertimbangkan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang dialami oleh kelompok rentan termasuk perempuan dan anak-anak perempuan.
3. Dampak Kekerasan Gender pada Perempuan
Berbagai kekerasan ekonomi berbasi gender yang dialami di dunia kerja lebih berdampak pada perempuan. Fenomena pungutan liar untuk bekerja di pabrik tekstil hingga diskriminasi pekerja di sektor perkapalan dengan status HIV.
Baca Juga: Amnesty International Catat Ada 116 Kasus Kekerasan yang Dilakukan Aparat Kepolisian Sepanjang 2024
“Banyak buruh perempuan yang terpaksa berhutang ke bank emok atau suaminya, hanya untuk bisa bekerja di sebuah pabrik tekstil. Mereka dipatok untuk membayar uang perekrutan yang berkisar 5-30 juta. Sejak awal buruh telah mengalami kekerasan ekonomi, bahkan sebelum ia bekerja”, ujar Ita Purnama dari Marsinah.id.