Kota Stockholm, Kopenhagen, dan Bern juga menjadi saksi euforia diaspora Suriah. Noura Bittar, seorang demonstran di Kopenhagen, menyampaikan campuran kebahagiaan dan harapannya.
“Saya kehilangan tanah air, rumah, dan keluarga saya. Kami berjuang selama 14 tahun. Hari ini, saya bahagia, meski masih ada kekhawatiran tentang langkah selanjutnya,” ujarnya kepada stasiun televisi Denmark.
Harapan untuk Masa Depan
Banyak warga Suriah yang menyatakan keinginannya untuk kembali ke tanah air dan membantu membangun kembali negara yang luluh lantak akibat perang.
“Seperti banyak orang Suriah lainnya, saya ingin kembali ke negara saya dan membantu membangunnya,” kata Bassam al-Hamada.
Namun, sebagian lainnya memilih membantu dari perantauan. Sabreen, seorang arsitek berusia 36 tahun, menuturkan, “Yang dibutuhkan adalah keahlian dan dana. Semua itu bisa kami kumpulkan dari sini untuk sementara waktu.”
Di balik kebahagiaan ini, seruan agar Assad diadili di Mahkamah Internasional pun menggema.
“Dia harus mempertanggungjawabkan pembunuhan dan penyiksaan yang dilakukannya selama 13 tahun,” tegas Sabreen.
Kebebasan yang Dinantikan
Baca Juga: Warga Suriah Rayakan Kebebasan dari Rezim Assad
Perayaan ini menandai momen bersejarah bagi jutaan warga Suriah yang selama bertahun-tahun terjebak dalam konflik dan pengungsian. Pekikan “Suriah milik kita, bukan milik keluarga Assad!” menjadi simbol perlawanan dan harapan baru bagi masa depan yang bebas dan damai.