Suara.com - Situasi di Suriah semakin kacau setelah kelompok pemberontak berhasil merebut kendali Ibu Kota Damaskus, yang menandai berakhirnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Dalam sebuah pernyataan, Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, menyebut bahwa Suriah memang dalam keadaan kacau dan menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak seharusnya terlibat dalam konflik tersebut.
"Ini bukan pertempuran kita," tulis Trump di platform sosial medianya, Truth Social, pada Sabtu (7/12/2024).
Trump merujuk pada kelompok anti-rezim yang didukung oleh pemerintahan Presiden Joe Biden, yang telah mengambil alih banyak wilayah di Suriah selatan.
Ia menambahkan bahwa pejuang oposisi telah melakukan serangan terkoordinasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kini bersiap untuk melanjutkan serangan mereka di Damaskus.
Baca Juga: Rezim Assad Runtuh, Kelompok Bersenjata HTS Masuki Damaskus!
Pertempuran baru antara pasukan rezim dan kelompok anti-rezim mulai pecah pada 27 November di daerah pedesaan sebelah barat Aleppo. Pada 30 November, pasukan oposisi berhasil menguasai sebagian besar pusat Kota Aleppo dan mendominasi Provinsi Idlib. Setelah bentrokan sengit, mereka juga merebut pusat Kota Hama dari tangan pasukan rezim pada 5 Desember.
Kelompok anti-rezim melanjutkan kemajuan mereka dengan merebut Daraa di Suriah selatan pada 6 Desember dan Provinsi Suwayda pada hari yang sama.
Rusia Bersikap
Sementara presiden AS terpilih Donald Trump meminta AS menjauh dari konflik ini. Rusia melalui Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dalam pertemuan dengan mitra dari Turki dan Iran, menegaskan komitmennya terhadap kedaulatan Suriah dan menyerukan diakhirinya kegiatan permusuhan.
Dikutip dari Anadolu Agency, pada Minggu (8/12/2024), setelah pertemuan Lavrov, Ibu Kota Damaskus jatuh ke tangan pasukan anti-rezim. Ini menandai berakhirnya 61 tahun kekuasaan Partai Baath. Keberadaan Bashar al-Assad setelah peristiwa tersebut tidak diketahui.
Baca Juga: Qatar, Turki, Yordania dan Iran Serius Bahas Kondisi di Suriah dan Gaza
Lavrov juga mengkritik tindakan kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang mengambil alih wilayah-wilayah dengan melanggar perjanjian yang ada. Ia menegaskan bahwa penggunaan teroris untuk mencapai tujuan geopolitik tidak dapat diterima.
Sementara itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Damaskus menetapkan status Siaga 1 dan meminta warga negara Indonesia di Suriah untuk tetap tenang dan diam di rumah. KBRI juga memastikan bahwa seluruh WNI dalam keadaan aman.
Setelah pengumuman jatuhnya rezim Assad, warga Damaskus merayakan kebebasan dengan sorak-sorai. Hadi al-Bahra, Kepala koalisi oposisi Suriah di luar negeri, menyatakan bahwa Damaskus kini bebas dari kekuasaan Assad dan mengundang warga Suriah yang mengungsi untuk kembali ke rumah.
Perdana Menteri Mohammad Ghazi al-Jalali menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan kubu oposisi dan memastikan lembaga publik tetap berfungsi. Saksi mata melaporkan suasana gembira di alun-alun utama Damaskus dengan warga meneriakkan kata 'bebas'.
Pemberontak kini menguasai situasi di Damaskus tanpa tanda-tanda pengerahan militer dari pihak rezim. Dengan demikian, era baru bagi Suriah dimulai setelah bertahun-tahun penindasan di bawah pemerintahan Assad.