Catatan KontraS: Sepanjang 2024, Polisi Lakukan 34 Extra Judicial Killing

Jum'at, 06 Desember 2024 | 11:55 WIB
Catatan KontraS: Sepanjang 2024, Polisi Lakukan 34 Extra Judicial Killing
Personel kepolisian berupaya membubarkan mahasiswa yang menerobos pagar saat berunjuk rasa menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkapkan hasil pemantauan soal pelanggaran terhadap hak fundamental warga negara sepanjang 2024.

Salah satu yang menjadi sorotan bagi KontraS ialah pelanggaran hak asasi manusia berupa extra judicial killing.

Wakil Koordinator KontraS Andi Muhammad Rezaldy menjelaskan bahwa extra judicial killing ialah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

“Angka tertinggi dari pelanggaran extra judicial killing dilakukan oleh institusi kepolisian sebanyak 34 peristiwa dan institusi TNI sebanyak 11 peristiwa,” kata Andi dalam konferensi pers secara daring, Jumat (6/12/2024).

Baca Juga: Kecam Penembakan Warga di Semarang dan Bangka Belitung, KontraS: Polisi Telah Melakukan Pembunuhan di Luar Hukum

Dari 45 peristiwa extra judicial killing tersebut, Andi menyebut 20 peristiwa di antaranya tidak berkaitan dengan tindak kriminal korban.

“Dalam penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh aparat, khususnya institusi Kepolisian, itu berdampak pada adanya peristiwa nonkriminal yang sebenarnya tidak ada kaitannya sama sekali dengan peristiwa kejahatan,” tutur Andi.

Lebih lanjut, Andi juga mengungkapkan cara-cara yang dilakukan aparat penegak hukum saat menjadi pelaku extra judicial killing seperti penggunaan senjata api dan penganiayaan.

"Peristiwa extra judicial killing ini akibat dari penggunaan senjata api yaitu sebanyak 29 korban dan juga akibat dari tindak penyiksaan sebanyak 18 korban,” katanya.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta menyarankan agar aparat kepolisian tidak lagi dibekali dengan senjata api setelah, maraknya kasus penyalahgunaan yang menimbulkan korban jiwa.

Baca Juga: Blunder di Hari Pertama jadi Menko Prabowo, KontraS Kecam Yusril: Menunjukkan Negara Enggan Tuntaskan Kasus HAM Berat

Senpi Ganti Pentungan

Ia bahkan menyebut, agar kepolisian lebih baik memakai pentungan seperti yang dipraktikan di negara-negara maju.

"Walaupun belum berupa undang-undang, (ada) kajian tentang bagaimana polisi cukup bermodalkan pentungan (seperti) di berbagai negara maju,” ujar Sudirta dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI dengan Polrestabes Semarang dan Polda Jawa Tengah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

“Sepertinya perlahan, tapi pasti kita akan mengarah ke sana,” sambungnya.

Sementara itu, Anggota Kompolnas Choirul Anam mengemukakan ada persoalan problematik terkait penggunaan senjata api. Lantaran itu, ia mengemukakan pentingnya pengawasan ketat dalam penggunaan senjata untuk polisi.

"Kalau di daerah-daerah tertentu yang memang ada situasi khusus, ya membawa senjata api dibolehkan dengan pengawasannya ketat."

"Tapi di situasi-situasi tertentu yang aman, yang damai, juga dinamika perkotaan penting untuk memulai penggunaan senjata non-lethal weapon," ujarnya kepada Suara.com, beberapa waktu lalu.

Ia kemudian mengemukakan agar polisi menggunakan senjata yang tidak mematikan dalam berjaga di wilayah yang aman dan damai, misal dengan taser gun atau kejut listrik yang tidak sampai melukai atau bahkan mengambil nyawa atau menghilangkan nyawa seseorang.

"Non-lethal weapon dalam tradisi polisi modern sudah mulai banyak digunakan di berbagai negara. Kami lagi mendorong agar angka kekerasan, penyalahgunaan kewenangan, dan sebagainya turun."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI