Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, M Sarmuji, mengaku partainya terbuka untuk menampung Joko Widodo atau Jokowi. Hal ini setelah PDIP menyatakan Jokowi dan keluarganya bukan lagi bagian dari PDIP.
Ia mengatakan, Jokowi kekinian pasti masih merenungi untuk masuk bergabung dengan partai politik.
"Pak Jokowi adalah orang yang merdeka, bebas, beliau bebas menentukan pilihan. Saya meyakini Pak Jokowi pasti akan melakukan pertimbangan banyak untuk masuk ke partai politik. Bahwa Pak Jokowi setelah menimbang lalu merenung kemudian menentukan pilihan ke Golkar misalkan tentu Golkar akan menerima dengan tangan terbuka sebagaimana Golkar menerima orang lain juga," kata Sarmuji di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Ia meyakini jika Jokowi sebagai mantan Presiden pasti punya pengaruh jika bergabung dengan Golkar.
Baca Juga: Kemampuan Bahasa Inggris Jokowi Dibandingkan dengan Anies, Almamater Jadi Perdebatan: UGM Gitu Ya?
"Orang biasa saja kita terima secara terbuka apalagi seorang mantan presiden, seorang presiden periode lalu yang kami yakin pengaruhnya masih cukup besar di masyarakat," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, jika nanti sudah ada sinyal Jokowi bergabung dengan Golkar, maka akan segara ada pemberitahuan.
"Kan hubungan ketua umum dengan pak Jokowi kan hubungan yang cukup dekat. Pasti kalau ada sinyal pak Jokowi mau merapat Golkar kita orang-orang dekat kita akan kasih tahu," katanya.
"Sementara ini sinyalnya belum ada," sambungnya.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menegaskan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka hingga Bobby Nasution, bukan lagi kader PDIP.
Baca Juga: Jokowi dan Keluarga Bukan Lagi Kader PDIP, PAN Siapkan Karpet Biru
"Saya tegaskan kembali bahwa Pak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan," kata Hasto saat di sekolah partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Hasto mengatakan didepaknya Jokowi dan keluarga dari partai berlambang banteng ini lantaran sudah tidak lagi sejalan dengan cita-cita partai yang telah diperjuangkan sejak masa Bung Karno.
"Kita melihat bagaimana ambisi kekuasaan ternyata juga tidak pernah berhenti," kata Hasto.