Suara.com - Komisi C DPRD DKI Jakarta mendorong upaya inovatif untuk meningkatkan pendapatan pajak daerah pada tahun 2025.
Peningkatan ini dianggap sangat diperlukan demi menopang program-program pembangunan yang membutuhkan anggaran besar. Terutama di tengah tekanan ekonomi saat ini.
Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Dimaz Raditya mengatakan, berdasarkan tren dan data pendapatan dari berbagai sumber, daerah optimistis kebijakan baru yang diusulkan membawa dampak signifikan bagi kas daerah.
Satu poin penting adalah langkah pemerintah untuk menghapus Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), mulai tahun depan.
Baca Juga: Menteri PANRB Ajak Transformasi ASN melalui Teknologi dan Kolaborasi
Kebijakan tersebut bukan sekadar memberikan keringanan bagi para pemilik showroom yang selama ini belum menyelesaikan kewajibannya.
Tetapi sebagai strategi untuk mendorong lebih banyak pihak menyelesaikan BBNKB yang tertunda.
"Ini juga bisa menarik lebih banyak showroom dan pemilik kendaraan agar segera menuntaskan administrasi mereka, tanpa beban biaya tambahan,” kata Dimaz.
Langkah lain yang disiapkan adalah pemberian insentif pajak. Termasuk diskon untuk beberapa jenis pajak dan penghapusan denda pajak terutang.
Dengan keringanan itu, diharapkan wajib pajak yang menunggak dapat lebih mudah melunasi kewajibannya.
Baca Juga: Strategi PAFI Pulang Pisau dalam Pengelolaan Obat dan Edukasi Masyarakat
"Kami ingin memberi ruang bagi masyarakat untuk menyelesaikan kewajiban pajak mereka, terutama yang terhambat oleh denda," tutur Dimaz.
Tidak hanya berhenti di situ, Komisi C DPRD DKI Jakarta dan pemerintah provinsi ingin mengubah cara kerja perpajakan di tingkat lokal dengan pendekatan teknologi.
Digitalisasi perpajakan berbasis IoT (Internet of Things) akan memungkinkan pemerintah memantau pendapatan pajak secara langsung dan akurat.
"Bayangkan, dengan sistem perpajakan online berbasis IoT, seluruh arus pendapatan dapat diakses real-time dan lebih transparan. Ini adalah langkah besar untuk reformasi pajak di DKI Jakarta,” ungkap Dimaz.
Meski begitu, Komisi C menyadari pentingnya peran sosialisasi agar masyarakat memahami kebijakan-kebijakan baru.
Harapannya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) lebih aktif memberikan edukasi mengenai perubahan yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.
"Pemahaman masyarakat harus dibangun. Kami mendorong Bapenda untuk intensif mengedukasi agar tidak ada kebingungan atau bahkan ketakutan soal aturan pajak," tambah Dimaz.
Dengan strategi yang terencana dan terintegrasi, Komisi C optimistis pendapatan pajak daerah akan meningkat secara signifikan.
Bahkan mampu mendukung pembiayaan berbagai program prioritas di DKI Jakarta, serta menciptakan sistem perpajakan yang lebih modern dan akuntabel.
Strategi Keringanan Pajak
DPRD DKI Jakarta juga mengapresiasi langkah pemerintah prvins yang memberikan keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan atau sanksi pajak serta fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang tahun 2024.
Kebijakan itu bertujuan meringankan beban masyarakat, sekaligus dalam upaya mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
“Karena itu, Komisi C DPRD DKI Jakarta merekomendasikan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta agar lebih cermat dalam menetapkan target pendapatan pajak daerah,” ungkap Dimaz.
Selain itu, Bapenda DKI perlu menghitung target pajak daerah yang lebih logis dan realitis berdasarkan potensi pajak daerah yang lebih nyata di lapangan.
“Khususnya untuk capaian target pajak daerah yang kinerjanya masih di bawah 70 persen,” kata Dimaz.
Kebijakan tentang keringanan pembayaran PBB itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pemberian Keringanan Pengurangan dan Pembebasan serta Kemudahan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2024.
Berdasarkan keterangan dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI, kebijakan tersebut membantu mengurangi beban wajib pajak.
Kebijakan ini juga bisa menjaga daya beli masyarakat. Sehingga tujuan dalam menghimpun penerimaan pajak daerah, khususnya PBB-P2 dapat terselesaikan secara optimal.
Di sisi lain, Kepala Bapenda DKI Jakarta Lusiana Herawati Lusiana menjelaskan, Pergub tersebut diterbitkan sebagai implementasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tujuannya menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya agar lebih tepat sasaran.
“Pembayaran pajak pada hakekatnya sebagai wujud gotong royong dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian di DKI Jakarta yang kita cintai,” kata Lusiana.
Pajak daerah merupakan sumber pendapatan vital bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mendukung pembangunan ekonomi lokal.
Di era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, penting bagi Pemprov DKI memanfaatkan potensi pajak secara maksimal.
Dengan demikian, Pemprov DKI dapat memastikan keberlangsungan berbagai layanan kepada masyarakat.
“Dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memperkuat ekonomi regional,” kata Lusiana.
Fokus Tingkatkan PAD
Pemprov DKI Jakarta diminta fokus tingkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2025. Hal itu diungkapkan Sekretaris Komisi C DPRD DKI Jakarta Suhud Alynudin.
Di era digital, sepatutnya Pemprov DKI memanfaatkan teknologi sebagai alat pemungutan pajak. Suhud Bersama rekan-rekan di Komisi C fokus pada penggunaan teknologi dalam kaitan peningkatan PAD. "Tolong ini digarisbawahi karena potensinya besar,” kata Suhud.
PAD Jakarta menjadi salah satu evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap Raperda tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2024.
Karena itu, Komisi C mendorong Pemprov DKI untuk meningkatkan PAD melalui 13 jenis pajak. Rinciannya, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Hotel, Pajak Hiburan; Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan; Pajak Restoran, Pajak Reklame; Pajak Bumi Bangunan-Perdesaan dan Perkotaan, serta Pajak Rokok.
Komisi C telah menghitung, perolehan pajak itu mampu tembus di angka Rp10 triliun. "Kami fokuskan ini. Jadi tidak perlu sampai 13-13 nya difokuskan, cukup tujuh jenis pajak saja itu sudah bisa,” pungkas Suhud.
Kemendagri mengevaluasi penurunan PAD yang semula mencapai Rp4,8 triliun dikurangi Rp647 juta. Artinya, hanya Rp 4,2 triliun atau sebesar 5,6 persen dari total pendapatan daerah.