Suara.com - Aksi demonstrasi yang berlangsung di Ibu Kota Georgia, Tbilisi pecah dan menyebabkan ratusan orang terluka akibat massa menolak hasil Pemilu 2024.
Wakil Menteri Dalam Negeri negara itu, Aleksandre Darakhvelidze menyampaikan, bahwa sudah ada 298 orang demonstran yang ditahan dan 143 petugas polisi terluka.
Darakhvelidze mengatakan bahwa beberapa pengunjung rasa yang ikut serta dalam demonstrasi di depan parlemen menggunakan aksi kekerasan terhadap polisi, seraya menambahkan bahwa penyelidikan sedang berlangsung.
Terkait perkembangan terakhir tentang pemilihan umum yang disengketakan dan upaya negara itu untuk menjadi anggota Uni Eropa, Perdana Menteri Irakli Kobakhidze menuding oposisi dan pendukung mereka menimbulkan ketidakstabilan.
Baca Juga: Polisi India Diskors Setelah Minta Dipeluk saat Verifikasi Paspor
Demonstrasi tersebut menentang keputusan Kobakhidze untuk menangguhkan negosiasi aksesi negara itu ke Uni Eropa pada 28 November, dan unjuk rasa tersebut berlanjut sampai hari keenam di berbagai kota.
Kobakhidze telah menangguhkan pembicaraan terkait akses Uni Eropa selama empat tahun setelah Parlemen Eropa menolak hasil pemilu negara itu pada 26 Oktober.
Georgia, yang dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet, telah menetapkan target bergabung dengan Uni Eropa dalam konstitusinya.
Di Tbilisi, para pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung parlemen pada malam hari dan memblokir Shota Rustaveli Street. Polisi mengambil tindakan pengamanan ketat di area tersebut. [Antara].
Baca Juga: Partai Demokrat Desak Yoon Suk yeol Mundur