Suara.com - Serangan udara Israel mengguncang wilayah utara Jalur Gaza pada Minggu malam, menargetkan rumah-rumah warga, termasuk sebuah serangan yang menewaskan sedikitnya 15 orang yang sedang berlindung di sebuah rumah di kota Beit Lahiya.
Rumah tersebut menampung para pengungsi yang terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka akibat konflik yang berkepanjangan.
Tim medis Palestina melaporkan bahwa rumah sakit di kawasan tersebut, yang hampir tidak berfungsi, kesulitan menangani jumlah korban luka, sementara sejumlah orang lainnya masih dinyatakan hilang dan belum dapat dijangkau oleh tim penyelamat.
Serangan ini juga menimbulkan kehancuran di beberapa kawasan lain seperti Jabalia, Beit Lahiya, dan Beit Hanoun, yang telah lama menjadi sasaran operasi militer Israel.
Baca Juga: Dukung Suriah Lawan Teroris, Iran Sebut Zionis-Amerika Punya Skema Soal Ini
Saksi mata menyatakan bahwa sejumlah rumah dibombardir dan terbakar, sementara drone Israel menjatuhkan bom di sekitar sebuah sekolah yang menjadi tempat perlindungan bagi keluarga pengungsi di Beit Lahiya.
Ini merupakan bagian dari apa yang oleh sebagian warga dianggap sebagai upaya untuk menakut-nakuti mereka agar meninggalkan wilayah tersebut.
Palestina menuding tentara Israel berusaha mengusir penduduk dari tepi utara Gaza dengan melakukan pemboman dan pemindahan paksa untuk menciptakan zona penyangga.
Namun, Israel membantah klaim tersebut, menyatakan bahwa operasi mereka bertujuan untuk mencegah pengelompokan kembali pasukan Hamas di wilayah yang sebelumnya telah dibersihkan.
Serangan ini merupakan bagian dari kampanye militer Israel yang dimulai setelah serangan besar-besaran yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di Israel dan menyebabkan lebih dari 250 orang diculik.
Baca Juga: PBNU Beri Catatan Soal Gerakan Boikot Produk Israel: Harus Cerdas
Kampanye militer Israel sejauh ini telah mengakibatkan lebih dari 44.400 korban jiwa di Gaza dan membuat sebagian besar penduduknya terpaksa mengungsi.
Gaza, yang hampir hancur total, menjadi tempat bagi lebih dari 2,3 juta orang yang terus mencari perlindungan di tengah kekacauan.
Sementara itu, upaya untuk mencapai gencatan senjata terus berlanjut. Israel baru saja mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok bersenjata Hezbollah di Lebanon, namun perang di Gaza sendiri belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Di Cairo, pembicaraan antara Hamas dan kelompok Fatah yang dipimpin oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas sedang berlangsung, dengan fokus pada pembentukan komite teknokrat yang akan mengelola Gaza setelah perang berakhir.
Meski ada kemajuan dalam perundingan, belum ada kesepakatan final yang tercapai. Israel menegaskan bahwa mereka akan mengakhiri perang hanya jika Hamas tidak lagi menguasai Gaza dan tidak menimbulkan ancaman bagi Israel.