Jalan Terjal Meraup Bonus Demografi dan Masa Depan Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Selasa, 03 Desember 2024 | 13:22 WIB
Jalan Terjal Meraup Bonus Demografi dan Masa Depan Inklusif untuk Penyandang Disabilitas
Bonus demografi disabilitas (Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Data menunjukkan dari 17,95 juta penduduk usia kerja penyandang disabilitas, hanya 7,68 juta yang bekerja—jauh tertinggal dari penduduk non-disabilitas. Mampukah pemerintah meraup bonus demografi dan menciptakan kesetaraan hak bagi semua tanpa ada yang tertinggal?

Aldi kembali ke rumah dengan langkah berat. Siang itu, langit mendung seolah mencerminkan suasana hatinya. Sang ibu menyambutnya dengan wajah heran. Bukannya masih sibuk bekerja di gudang sebuah perusahaan ritel di Tangerang, Aldi justru pulang lebih cepat dari biasanya. Jam baru menunjukkan sekitar pukul 13.00 WIB kala itu.

"Aku sudah berhenti kerja, bu. Aku tidak kuat. Senior di sana selalu menyuruhku mengerjakan kerjaannya, padahal kerjaanku juga masih banyak," ujarnya kepada sang ibu dengan suara tertahan dibantu bahasa isyarat dari gerakan tangannya.

Kepada Suara.com pada awal November 2024 lalu, pemuda penyandang disabilitas tuli itu menceritakan kembali detail perihnya pengalaman kerja yang ia lalui tahun 2020 silam. Setelah lulus dari SMA Luar Biasa, ia diterima sebagai staf gudang pusat di sebuah perusahaan ritel yang memiliki cabang di seluruh kota di Pulau Jawa. Dengan semangat yang membuncah, Aldi memulai perjalanan karirnya, ia bangga bisa bergabung di perusahaan yang dikenal rutin membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas.

Namun, harapan itu hancur dalam waktu singkat. Baru sebulan bekerja, Aldi menjadi korban diskriminasi dari rekan-rekan non-disabilitas yang menganggap dirinya hanya beban.

"Ada yang meledekku, katanya aku cacat," kata Aldi. "Lalu ada senior yang hampir setiap hari suruh aku bongkar muatan truk padahal itu seharusnya tugasnya. Dia pergi santai sambil merokok."

Aldi bukan satu-satunya korban. Beberapa rekannya sesama penyandang disabilitas di perusahaan itu juga berbagi cerita serupa. Tuntutan pekerjaan yang seharusnya disertai dengan dukungan inklusif justru berubah menjadi tekanan.

Sulitnya bekerja dengan aman di dunia kerja juga dialami oleh Ajiwan Hendradi, seorang penyandang disabilitas netra low vision. Pada tahun 2016 Ajiwan mengikuti proses rekrutmen sebagai staf customer service di sebuah perusahaan operator telekomunikasi seluler di Yogyakarta. Lowongan tersebut dibuka secara umum, tanpa spesifikasi khusus untuk penyandang disabilitas. Dengan tekad kuat, ia melamar dan berhasil melewati seleksi administrasi, tes tulis hingga wawancara. Tak hanya sekadar lolos, Ajiwan berhasil mengungguli puluhan pelamar non-disabilitas lainnya, ia membuktikan bahwa keterbatasannya tidak menjadi penghalang untuk bersaing. Namun, kebanggaan itu hanya berlangsung sejenak.

Pada pekan pertama bekerja, Ajiwan mulai menemui kendala. Ia kesulitan membaca tulisan di layar monitor, alat utama yang harus ia gunakan untuk melayani pelanggan. Ia meminta perusahaan menyediakan perangkat pembaca layar yang bisa membantunya menjalankan tugas dengan lebih efektif.

Sayangnya, harapan itu berujung pada kekecewaan. Alih-alih diberikan solusi, perusahaan justru keberatan menyediakan fasilitas tambahan untuk Ajiwan. Kondisi itu membuat Ajiwan terpaksa meninggalkan pekerjaan yang telah ia perjuangkan dengan susah payah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI