Khaled Zabarqa, seorang pengacara dan aktivis hak asasi manusia, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa tindakan Ben Gvir lebih dari sekadar provokasi.
"Mendeskripsikannya sebagai tindakan provokasi mengurangi keseriusan masalah," katanya. "Hal itu membuat seolah-olah masalah ini hanya tentang Ben Gvir, seolah-olah menyingkirkan Ben Gvir akan menyelesaikan seluruh masalah."
Bagi Zabarqa, hal ini terkait dengan "konsep negara Yahudi" milik pemerintah Israel dan implikasinya.
"Salah satu implikasinya adalah kontrol atas ruang publik," katanya.
"Saat ini, ruang publik dipenuhi dengan berbagai simbol keagamaan dan nasional. Salah satu simbol keagamaan ini, yang mengingatkan mereka lima kali sehari, adalah adzan, yang menandakan kehadiran orang lain di sini. Inilah yang tidak mereka inginkan."
Ben Gvir memiliki sejarah menentang panggilan salat Islam. Pada tahun 2013, jauh sebelum memangku jabatan, Ben Gvir dan sekelompok aktivis sayap kanan mengganggu penduduk lingkungan Ramat Aviv di Tel Aviv dengan mengumandangkan adzan melalui pengeras suara.
Mereka mengklaim bahwa aksi itu dimaksudkan untuk menyoroti bagaimana komunitas lain di Israel "terganggu" oleh panggilan salat.
Upaya untuk membatasi adzan juga muncul di parlemen Israel, Knesset.
Pada tahun 2017, RUU "muazin" yang bertujuan untuk membatasi penggunaan pengeras suara untuk keperluan keagamaan, telah disahkan melalui pemungutan suara awal tetapi akhirnya terhenti.
Baca Juga: 25 Tewas Saat Serangan Udara Israel Hancurkan Rumah Perlindungan Wanita dan Anak di Gaza Utara