Suara.com - Ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel kembali meningkat setelah serangan drone Israel melukai seorang prajurit Lebanon di wilayah timur Hermel, Senin (25/11).
Serangan ini terjadi hanya lima hari setelah gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Hizbullah mulai berlaku.
"Drone musuh menyerang sebuah buldoser militer di posisi kami, menyebabkan satu prajurit terluka," demikian pernyataan resmi dari militer Lebanon.
Insiden ini menambah daftar pelanggaran yang ditudingkan terhadap Israel sejak kesepakatan gencatan senjata diberlakukan pekan lalu.
Baca Juga: 25 Tewas Saat Serangan Udara Israel Hancurkan Rumah Perlindungan Wanita dan Anak di Gaza Utara
Kondisi Pascagencatan Senjata
Gencatan senjata yang diberlakukan pada Rabu dini hari bertujuan untuk mengakhiri konflik berkepanjangan selama lebih dari setahun antara Israel dan Hizbullah.
Meskipun perjanjian ini telah mengurangi intensitas pertempuran, Israel terus melancarkan serangan dengan dalih menargetkan pelanggar gencatan senjata.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, militer Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) akan dikerahkan ke Lebanon selatan, menggantikan posisi militer Israel dalam kurun waktu 60 hari.
Di sisi lain, Hizbullah diwajibkan menarik pasukannya ke utara Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan, serta membongkar infrastruktur militernya di wilayah selatan.
Eskalasi Konflik
Konflik ini berawal dari serangkaian bentrokan lintas perbatasan yang dimulai oleh Hizbullah sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan.
Baca Juga: Israel Serang Sasaran Hizbullah di Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata
Sejak September, Israel meningkatkan operasi militernya di Lebanon selatan sebagai respons terhadap serangan-serangan tersebut.
Serangan terbaru di Hermel memicu kekhawatiran akan keberlanjutan gencatan senjata. Pemerintah Lebanon mendesak komunitas internasional untuk menekan Israel agar menghormati kesepakatan yang telah disepakati demi menjaga stabilitas regional.