Suara.com - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keberadaan kapal selam serang Rusia di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina yang terletak di Laut China Selatan.
Pernyataan tersebut disampaikan pada Senin, 2 Desember 2024, usai kapal selam kelas Kilo Rusia terdeteksi sekitar 80 mil laut dari Provinsi Occidental Mindoro pada 28 November 2024.
"Ini sangat mengkhawatirkan. Setiap pelanggaran terhadap Laut Filipina Barat, ZEE kami, atau garis dasar kami adalah hal yang sangat memprihatinkan," kata Marcos kepada para wartawan.
Laut Filipina Barat adalah wilayah laut yang sebagian besar diklaim oleh Filipina, namun juga menjadi sengketa dengan beberapa negara, termasuk Tiongkok.
Baca Juga: Perang Dunia Ketiga Sudah Dimulai, Dari Serangan Siber hingga Rudal Tak Terhentikan
Kehadiran kapal selam tersebut dikonfirmasi oleh juru bicara Angkatan Laut Filipina, Roy Vincent Trinidad, yang menyebutkan bahwa kapal perang Filipina, Jose Rizal, telah berkomunikasi melalui radio dengan kapal selam Rusia yang mengonfirmasi identitasnya sebagai UFA 490.
Kapal selam tersebut menyatakan bahwa ia sedang menunggu kondisi cuaca yang lebih baik sebelum melanjutkan perjalanan menuju Vladivostok, Rusia.
Trinidad juga menambahkan bahwa angkatan laut Filipina mengawal kapal selam tersebut untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi maritim.
Namun, pihak Kedutaan Besar Rusia di Manila belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait tujuan kapal selam tersebut berada di area tersebut.
Kapals selam kelas Kilo yang digunakan oleh Rusia dikenal sebagai salah satu kapal selam yang paling senyap dan telah mengalami pembaruan sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980-an.
Baca Juga: Serangan Udara Rusia dan Suriah Guncang Aleppo, Puluhan Warga Sipil Tewas Selama Dikuasi Pemberontak
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Rusia dan Tiongkok semakin erat, dengan kedua negara menyatakan kemitraan "tanpa batas" pada tahun 2022.
Bahkan, kedua negara melakukan latihan militer bersama di Laut China Selatan pada bulan Juli lalu, yang semakin meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut.
Ketegangan antara Manila, yang merupakan sekutu AS, dan Beijing meningkat dalam beberapa tahun terakhir terkait klaim wilayah yang tumpang tindih di Laut China Selatan.
Sebuah keputusan dari pengadilan arbitrase internasional pada tahun 2016 menegaskan bahwa klaim historis Tiongkok atas jalur perairan yang disengketakan tersebut tidak memiliki dasar hukum, meskipun Beijing menolak keputusan tersebut.