Suara.com - Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Jumat (29/11) menyatakan bahwa banding yang diajukan oleh Israel terhadap surat perintah penangkapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya harus ditolak, serta proses banding itu tidak dapat dilanjutkan.
Dalam dokumen yang dipublikasikan di situs web ICC, Karim Khan meminta agar banding Israel yang diajukan saat ini ditolak karena belum dapat diajukan banding untuk keputusan tersebut, meskipun banding mungkin diperbolehkan di tahap selanjutnya dalam proses hukum.
Pada Rabu (27/11), Israel mengajukan banding langsung ke Kamar Banding terkait keputusan Kamar Praperadilan I mengenai "tantangan Israel terhadap yurisdiksi Pengadilan berdasarkan Pasal 19 (2) Statuta Roma."
Pekan lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Yoav Gallant, menteri pertahanannya selama perang di Gaza hingga awal bulan ini, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Baca Juga: Kejahatan Perang di Gaza: Semua Negara Uni Eropa Wajib Tangkap Netanyahu dan Gallant
Khan menjelaskan bahwa keputusan tersebut tidak dapat diajukan banding dan menyatakan bahwa Israel tidak dapat mengajukan tantangan yurisdiksi sebelum pengadilan mengambil keputusan sesuai dengan Pasal 58 Statuta Roma.
Namun, tantangan semacam itu bisa diajukan setelah syarat tersebut terpenuhi.
Ia menyatakan: "Keputusan ini bukan merupakan keputusan terkait yurisdiksi dan karenanya tidak dapat diajukan banding langsung sesuai Pasal 82(1)(a) Statuta."
"Oleh karena itu, proses banding ini harus dihentikan dan Permintaan Penangguhan Israel harus ditolak, sementara proses di Kamar Praperadilan terkait keputusan yang sama tetap berlangsung," tambah Khan.
Ia menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum untuk menangguhkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Kamar Praperadilan.
Baca Juga: Situasi di Gaza Makin Parah, Warga Israel Tuntut Netanyahu Mundur!
Israel melancarkan serangan di Jalur Gaza setelah adanya serangan lintas perbatasan oleh kelompok perjuangan Palestina, Hamas, pada Oktober 2023.
Serangan brutal tersebut telah mengakibatkan lebih dari 44.300 kematian, sebagian besar di antara perempuan dan anak-anak, serta melukai hampir 105.000 orang.
Tahun kedua agresi di Gaza ini telah memicu kecaman internasional yang semakin meluas, di mana tokoh dan lembaga internasional menyebut serangan serta blokade bantuan kemanusiaan sebagai upaya yang sengaja ditujukan untuk memusnahkan penduduk Palestina.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional terkait perang yang menghancurkan di Gaza.