Suara.com - Presiden Prabowo Subianto berpidato penuh makna saat menghadiri puncak peringatan Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta International Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024) malam.
Dalam pidatonya, Prabowo menekankan peran besar guru dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, termasuk kontribusi mereka dalam pembentukan karakter para pemimpin nasional.
Presiden Prabowo mengungkapkan kedekatannya dengan profesi guru, mengingat orang tuanya juga merupakan seorang pendidik.
"Saya merasa ada ikatan batin dengan para guru karena orang tua saya juga guru. Sejak kecil, saya diajarkan bahwa guru adalah pelopor dan pahlawan pembangunan bangsa Indonesia," ujarnya.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyoroti bagaimana profesi guru telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ia mengingatkan bahwa Panglima TNI pertama Indonesia, Jenderal Sudirman, adalah seorang guru sebelum memulai karier militernya.
"Panglima TNI pertama kita, Jenderal Sudirman, adalah seorang guru di Muhammadiyah. Beliau adalah sosok yang mendidik generasi muda dan menanamkan semangat kebangsaan sebelum memimpin perjuangan di medan perang," kata Prabowo.
Mengutip laman resmi Muhammadiyah, Jenderal Sudirman memulai kariernya sebagai pendidik di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Muhammadiyah, sebelum aktif dalam organisasi kepanduan Hizbul Wathan (HW).
Di sinilah semangat bela negara Jenderal Sudirman mulai tumbuh, yang kemudian diperkuat melalui pengalaman militernya di Pembela Tanah Air (PETA).
Presiden Prabowo juga mengingatkan bahwa banyak tokoh pejuang bangsa berasal dari latar belakang pendidikan, termasuk guru, profesor, dan dokter. Ha itu, menurutnya, membuktikan bahwa profesi guru memiliki peran sentral dalam membangun karakter bangsa dan memajukan negara.
"Kita perlu terus menghormati dan menghargai para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang telah berkontribusi dalam membangun generasi bangsa yang unggul," tegasnya.
Perjuangan Jenderal Sudirman
Jenderal Sudirman adalah pahlawan nasional Indonesia. Dia lahir di Desa Bodas, Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, pada 24 Januari 1916.
Pria yang bernama lengkap Raden Soedirman ini merupakan anak dari Karsid Kartowirodji, seorang pekerja pabrik gula, dan Siyem, yang berasal dari keturunan Wedana Rembang. Sejak kecil, Sudirman diasuh oleh Raden Cokrosunaryo, seorang camat di Rembang, hingga usia 18 tahun.
Pendidikan dasar Jenderal Sudirman dimulai di Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada usia 7 tahun. Setelahnya, ia melanjutkan ke sekolah Taman Siswa, meskipun akhirnya pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo karena sekolah sebelumnya ditutup akibat Ordonansi Sekolah Liar.
Jenjang pendidikan lebih tinggi ditempuhnya di HIK Muhammadiyah Solo. Di sana, ia aktif dalam organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Meskipun tidak menyelesaikan pendidikan formal, Jenderal Sudirman memperoleh banyak pelajaran dari pengalaman berorganisasi dan aktivitas sosial.
Pada tahun 1936, Jenderal Sudirman menikah dengan Alfiah, teman semasa sekolah yang merupakan putri pengusaha batik kaya, Raden Sastroatmojo.
Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tujuh anak: tiga putra dan empat putri, yaitu Ahmad Tidarwono, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, Taufik Effendi, Didi Praptiastuti, Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, dan Titi Wahjuti Satyaningrum.
Sebelum bergabung dengan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) tahun 1944, Jenderal Sudirman sempat mengabdikan diri sebagai guru di SD Muhammadiyah Cilacap dan memimpin organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Di PETA, ia dipercaya menjadi komandan (daidanco) di Bogor berkat reputasi dan dedikasinya yang luar biasa.
Salah satu kontribusi besar Jenderal Sudirman dalam perjuangan kemerdekaan adalah keberhasilannya merebut senjata dari tentara Jepang di Banyumas setelah proklamasi kemerdekaan.
Namun, peristiwa paling monumental dalam sejarah perjuangannya adalah memimpin perang di Palagan Ambarawa pada November 1945. Dengan taktik gerilya yang brilian, ia berhasil mengusir tentara Inggris dari wilayah tersebut.